Diatur di Omnibus Law, Kominfo Akan Bisa Blokir Netflix hingga Spotify

Pemerintah tengah menggodok Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law, salah satunya terkait perpajakan. Setelah aturan itu terbit, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bisa memblokir perusahaan digital asing seperti Netflix dan Spotify.

Omnibus Law akan mengatur cara memungut pajak perusahaan yang tidak memiliki kantor di Indonesia, tetapi menggarap pasarnya. Dalam aturan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bisa memerintahkan kementerian terkait memblokir over the top (OTT) yang tidak taat pajak.

Selama ini, Kominfo memang sudah memblokir banyak aplikasi karena melanggar perundang-undangan di Tanah Air. Salah satu yang diblokir yakni platform pinjaman online ilegal, atas permintaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

“Nanti pun yang melanggar aturan pajak tidak ada bedanya,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo Semuel Abrijani kepada Katadata.co.id, hari ini (21/2). “Pemblokiran itu nanti tergantung Direktorat Jenderal atau Ditjen pajak.”

Pemerintah selama ini kesulitan memungut pajak Netflix, karena belum ada aturan menagih kewajiban ke perusahaan yang tidak memiliki kantor di Indonesia. Karena itu, Omnibus law akan mengatur semua perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) bisa dikenakan pajak.

“Akan punya mekanisme buat atur itu (pajak). Bagaimana semua memenuhi kewajiban sama. Di luar ataupun dalam negeri mempunyai kewajiban yang sama,” kata Semuel.

Aturannya akan disamakan dengan yang sebelumnya. Hanya saja, perusahaan yang tak punya kantor di Tanah Air bisa dipungut pajak. Dengan begitu, OTT seperti Netflix dan Spotify, Amazon hingga Google bisa dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Direktur Penyuluhan, Pelayananan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama sebelumnya mengatakan, pemerintah mendefinisikan ulang pengertian Badan Usaha Tetap (BUT) yang dikenakan pajak dalam Omnibus Law. Dari yang sebelumnya BUT harus punya keberadaan fisik (physical presence) menjadi tergantung pada signifikansi ekonomi (significant economic presence).

“Dengan itu pemerintah bisa mengenakan pajak penyedia barang atau jasa yang tidak memiliki keberadaan fisik di Indonesia, tetapi konsumennya banyak,” kata Yoga. Untuk pemungutan PPN atas penjualan kepada konsumen di Indonesia, perusahaan diwajibkan untuk menyetor dan melaporkannya.

Sumber: katadata.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only