Dorong sektor ritel, pemerintah diminta pangkas biaya logistik

JAKARTA, Pemerintah diminta untuk membantu menurunkan komponen biaya produksi untuk mendorong pertumbuhan industri ritel. Hal ini guna mengantisipasi tekanan di tengah dampak penyebaran virus corona. 

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, salah satu komponen yang dapat dipotong adalah ongkos logistik. Diketahui, selama ini, biaya distribusi menjadi komponen terbesar dalam biaya produksi industri. “Pemerintah bisa membantu dari sisi ini, terutama untuk di luar Pulau Jawa,” ujarnya, Minggu (1/3/2020).

Di sisi lain, Yusuf menambahkan, langkah pemerintah untuk mempercepat penyaluran bantuan sosial juga akan menjadi penolong ritel. Kebijakan ini berpotensi meningkatkan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. 

Yusuf menilai, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja juga dapat membantu pertumbuhan industri ritel. Dengan syarat, beleid ini dapat segera diresmikan menjadi undang-undang. 

Poin yang ditunjukkan Yusuf adalah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Nantinya, pemerintah pusat dapat mengambil alih penentuan RDTR. “Hal ini menjadi kabar positif untuk ritel karena lamanya proses RDTR menghambat kinerja ritel, khususnya di daerah,” tuturnya. 

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah memberikan insentif pajak atau dana retribusi untuk mengantisipasi kerugian sebagai dampak virus corona. Permintaan ini ditujukan mengingat ritel masih harus menanggung beban biaya operasional, sedangkan tingkat pemasukan terus tertekan. 

Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, insentif yang sudah diberikan pemerintah melalui subsidi untuk mendorong daya beli masyarakat sudah baik. Tapi, pengusaha ritel tetap butuh insentif untuk kompensasi penurunan penjualan mereka. “Kita kan masih harus membiayai tenaga kerja juga,” ujarnya di Badung, Bali, baru-baru ini.

Roy mencatat, virus corona berdampak negatif terhadap kinerja ritel melalui penurunan jumlah wisatawan, terutama China. Diketahui, pada tahun lalu, jumlah wisatawan Cina berkontribusi 200 ribu kunjungan per bulan atau lebih dari 2 juta kunjungan sepanjang tahun. 

Ketika diberlakukan pelarangan kunjungan turis China ke Indonesia selama sebulan terakhir, Roy mengatakan, otomatis pembelanjaan di ritel berkurang. Khususnya destinasi wisata unggulan seperti Bali. 

Roy mencatat, kontribusi pembelian produk ritel di destinasi-destinasi wisata mencapai 35 hingga 40 persen terhadap pendapatan ritel sepanjang tahun. Ketika 90 persen penjualan tersebut menghilang akibat pelarangan kunjungan turis Cina, berarti kini peranannya turun menjadi sekitar lima sampai 10 persen. “Itu sangat signifikan bagi kami,” ujarnya.

Sumber: kabarbisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only