Sri Mulyani: Pembebasan Pajak Karyawan Siap Diluncurkan, Tunggu Izin Jokowi

Pemerintah tengah menyiapkan stimulus fiskal untuk mendorong perekonomian yang tertekan akibat virus corona. Salah satunya insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak karyawan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pembahasan insentif pajak tersebut sudah 95 persen. Sementara sisanya 5 persen lagi tinggal menunggu waktu pelaksanaannya atas persetujuan Presiden Joko Widodo.

“Jadi dari sisi pembahasan teknis di Kemenkeu 95 persen sudah selesai. Ini adalah secara etika policy, kami koordinasi dengan Menko dan kabinet. 5 persen sisanya keputusan timing dan harus dipresentasikan dulu dengan bapak presiden,” ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (10/3).

Meski demikian, Sri Mulyani juga masih enggan menjelaskan, apakah nantinya stimulus pajak karyawan itu hanya berupa penundaan atau pajak karyawan yang ditanggung pemerintah.

Namun jika mengacu pada periode 2009, otoritas pajak mengeluarkan kebijakan PPh 21 ditanggung oleh pemerintah.Artinya PPh 21 saat itu tak dipotong, sehingga karyawan mendapatkan gaji ‘kotor’ alias full setiap bulannya.

Sebagai contoh, karyawan selama ini mendapatkan gaji bersih per bulan Rp 5 juta, dengan catatan telah dipotong PPh 21 sebesar 15 persen atau Rp 750.000. Dengan dikeluarkannya insentif PPh 21, maka gaji karyawan saat itu menjadi utuh Rp 5,75 juta.

Pada 2009, insentif PPh 21 tersebut hanya diberikan pada perusahaan di sektor tertentu yang paling terdampak krisis ekonomi. Misalnya perusahaan padat karya atau manufaktur.

“Kami sudah lihat pengalaman 2008, sudah siapkan mekanisme, berhitung kalau kita berikan berapa bulan dan scope-nya berapa saja, atau sektor yang ditarget apa saja, kita sudah kalkulasi,” jelasnya.

Dia memastikan nantinya stimulus pajak itu akan memberikan dorongan untuk perekonomian. Sri Mulyani juga menuturkan ada sejumlah skenario yang telah disiapkan pemerintah untuk menjalankan stimulus fiskal tersebut.

“Untuk pertumbuhan ekonomi, satu sisi kalau shock ini terjadi, karena shock corona tidak ada yang punya kepastian, yang ada semua outlook menggunakan skenario. Kalau corona hanya sampai Maret, ini terjadi. Kalau sampai dengan Juni, dampaknya gini. Kalau sampai akhir tahun, gini. Kita juga lakukan skenario itu,” kata dia.

“Amunisi kita harus dijaga berdasarkan skenario itu. Tapi kita hadir dan responsif, waspada terhadap kondisi yang terjadi,” tambahnya.

Sumber: kumparan.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only