PPh Karyawan yang Ditanggung Pemerintah Fokus untuk Sektor Industri

JAKARTA, Otoritas menjanjikan akan merilis kebijakan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) atas penghasilan pekerja pada sektor industri manufaktur. Janji otoritas tersebut menjadi bahasan sejumlah media nasional pada hari ini, Kamis (12/3/2020).

Rencana kebijakan ini menjadi salah satu dari empat alternatif kebijakan pajak untuk mengantisipasi dampak virus Corona (Covid-19) untuk industri manufaktur. Payung hukum kebijakan dijanjikan segera terbit sehingga bisa diterapkan mulai April 2020.

Skema PPh 21 DTP untuk penghasilan pekerja pada kategori usaha tertentu pernah diluncurkan otoritas fiskal pada 2009 melalui Peraturan Menteri Keuangan No.43/PMK.03/2009. Namun, waktu itu, kategori usahanya mencakup pertanian, perikanan, dan industri pengolahan.

“[Kali ini] fokusnya untuk manufaktur,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Pada 2009, kebijakan berlaku sejak awal Maret hingga akhir Desember. PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada pekerja dengan jumlah penghasilan bruto di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan tidak lebih dari Rp5 juta dalam sebulan. Untuk rencana kebijakan kali ini, belum ada rincian terkait batasan penghasilan bruto. Namun, periode pemberlakuan direncanakan selama 6 bulan.

Selain itu, sejumlah media juga menyoroti rencana pemerintah untuk menghapus lebih dari separuh barang yang masuk dalam daftar larangan atau pembatasan (lartas) oleh Kementerian Perdagangan untuk menangkal dampak virus Corona terhadap perekonomian.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Daya Beli

Tujuan dari rencana kebijakan PPh pasal 21 DTP adalah untuk membantu likuiditas para pekerja di sektor terkait. Pasalnya, kebijakan itu akan memberikan tambahan penghasilan bagi para pekerja di sektor-sektor tersebut untuk mempertahankan daya beli.

Menko Perekonomian Airlangga mengaku bakal mengkaji efektivitas stimulus fiskal itu setelah enam bulan pelaksanaannya. Dia juga membuka peluang pemberlakuan stimulus itu diperpanjang jika efek virus Corona terus berlanjut.

  • Meminimalisasi Beban

Selain relaksasi kebijakan PPh pasal 21, Sri Mulyani mengatakan akan ada relaksasi restitusi PPN dipercepat, relaksasi pembebasan PPh pasal 22 impor, serta pengurangan PPh pasal 25. Semua rencana kebijakan ini ditujukan agar industri mendapat ruang (likuiditas) dalam situasi saat ini.

“Tujuannya, seluruh industri mendapat ruang dalam situasi yang sangat ketat sekarang ini agar mereka bebannya betul-betul diminimalkan,” kata Menkeu. (Bisnis Indonesia/Kompas/DDTCNews)

  • Lartas

Menkeu Sri Mulyani telah mencatat 749 kode HS barang kategori lartas yang akan dihapus. Jumlah itu sekitar 50% dari jumlah kode HS lartas yang diatur Kementerian Perdagangan. Namun, penghapusan ini hanya berlaku pada sekitar 500 perusahaan dengan reputasi baik yang masuk dalam daftar Authorized Economic Operator (AEO) dan mitra utamanya.

“Peraturan-peraturan lartasnya akan dikurangi sehingga untuk impor bahan baku menjadi lebih simpel dan mudah,” katanya.

Selain itu ada pula penyederhanaan ketentuan impor yang akan melibatkan Kementerian Perdagangan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan. Sektor industri yang dinilai paling terdampak virus Corona di antaranya elektronik, farmasi, dan tekstil.

  • Penangguhan Pembayaran Bea Masuk

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi menyebut fasilitas lain yang akan diberikan pada reputable traders adalah penangguhan pembayaran bea masuk atas impor barang bahan baku industri. Dia berharap fasilitas itu bisa mendorong produktivitas perusahaan meski ada virus Corona.

Heru menjelaskan penundaan pembayaran bea masuk itu diberikan maksimal 30 hari, maksimal setiap tanggal 10 pada bulan berikutnya. Dengan demikian kepada para importir yang mengimpor barang tanggal 1 harus membayar bea masuk pada tanggal 1 di bulan berikutnya.

Namun, sambung Dirjen Bea dan Cukai, kepada mereka yang mengimpor pada tanggal 11 hingga 30, pelonggaran hanya diberikan hingga tanggal 10 pada bulan berikutnya. (DDTCNews)

  • Pelaporan SPT Tahunan

Surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh orang pribadi yang masuk per 11 Maret 2020 sebanyak 580.000. Jumlah tersebut naik 30,95 dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebanyak 442.000.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama optimistis penyampaian SPT tahunan orang pribadi pada tahun ini akan bisa sesuai dengan target yaitu 80% dari total wajib pajak yang wajib melaporkan SPT tahunan. (Kontan)

  • Peserta Amnesti Pajak

DJP mengirimkan ‘surat cinta’ melalui surat elektronik (surel/email) kepada sekitar 55% wajib pajak peserta amnesti pajak. Hestu Yoga Saksama mengatakan email blast akan disampaikan kepada 539.000 dari 972.000 peserta amnesti pajak. Email blast berisi terkait imbauan pelaporan penempatan harta bersamaan dengan penyampaian SPT tahunan.

“Kami akan melakukan email blast kepada 539.000 peserta TA [tax amnesty]. Kami mengingatkan agar tidak lupa melaporkan penempatan harta bersamaan dengan SPT tahunan,” ungkap Hestu.

Sementara, untuk 433.000 wajib pajak peserta amnesti pajak tidak akan mendapat email blast karena menggunakan tarif UMKM. Pasalnya, kewajiban pelaporan penempatan harta yang dideklarasikan dalam amnesti pajak tidak berlaku untuk wajib pajak kelompok ini.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only