Ada Stimulus Pajak, Pemerintah Harus Perhatikan Dampaknya ke Penerimaan Negara

JAKARTA – Pemerintah mengeluarkan stimulus kedua untuk menangkal virus Korona. Salah satu stimulus yang disiapkan adalah insentif perpajakan yang akan dimulai pada awal April.

Adapun stimulus yang dikeluarkan adalah pajak penghasilan karyawan (PPh Pasal 21), pajak penghasilan badan usaha (PPh pasal 25) dan bea masuk pajak impor (PPh Pasal 22). Selain itu, pemerintah juga melakukan percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).

Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah perlu bijak dalam mengeluarkan kebijakan. Sebab, banyaknya insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah bakal berdampak pada penerimaan negara.

“Terkait dengan banyaknya insentif pajak memang harus diperhatikan efek ke penerimaan pajak,” ujarnya saat dihubungi Okezone, Kamis (12/3/2020).

Menurut Bhima, pendapatan negara yang berasal dari pajak bisa jatuh di bawah 8%. Hal ini bercermin dari capaian tahun lalu yang realisasi penerimaan pajak anjlok di bawah 10%.

Tahun 2019 rasio pajak anjlok di bawah 10%. Untuk tahun 2020 jika pemberian insentif pajak dilakukan serampangan bukan tidak mungkin rasio pajak jatuh di bawah 8%,” jelasnya.

Bhima menambahkan, pendapatan yang anjlok akan berdampak pada defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang makin melebar. Apalagi untuk mengeluarkan stimulus penangkal virus Korona juga butuh biaya yang besar.

“Pemerintah perlu bijak memikirkan keberlanjutan fiskal juga di mana defisit anggaran dan penambahan utang bisa memperburuk ekonomi,” kata Bhima.

Sumber: Okezone.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only