Pemerintah Gelontor Stimulus Rp 1,5 Triliun ke Sektor Properti

Penyebaran virus korona mulai berdampak terhadap perekonomian Indonesia.  Sektor  ekspor-impor mulai terpengaruh, cadangan devisa  menipis,  penurunan jumlah wisatawan asing, dan masih banyak dampak lainnya.  Guna mencegah keterpurukan ekonomi semakin meluas, pemerintah memberikan insentif terhadap maskapai di Indonesia lewat diskon tiket pesawat hingga 50 persen.

“(Insentif perumahan) akan dilaksanakan mulai bulan April. Jadi sudah disepakati dalam ratas kemarin, dalam rangka korona ini ada stimulus perumahan sebesar Rp 1,5 triliun,” ungkap Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (25/3).

Basuki memaparkan, pemerintah akan membagi Rp 800 miliar untuk Subsidi Selisih Bunga (SSB), dan Rp 700 miliar untuk Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM). Targetnya, penambahan subsidi tersebut dapat diimplementasikan pada bulan April mendatang.

“SBUM itu uang muka, SSB itu selisih bunga. Itu sekitar berapa ratus ribu rumah. Itu segera direalisasikan bulan April 2020,” jelas Basuki.

Penambahan subsidi untuk pembelian rumah rakyat ini di luar kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang sudah ada sebelumnya. “Iya, itu di samping FLPP yang sudah ada sekarang, itu tambahannya,” ujar dia.

“Ya kalau itu bisa beli itu kan berarti menggerakkan, yang namanya rumah itu menggerakkan 150 industri lain. Ada yang beli kipas angin, ada yang beli rice cooker, kulkas, tempat tidur, macam-macam. Jadi itu menggerakkan ekonomi lainnya. Bangun-bangun itu beli paku, papan, semen, besi, jadi menggerakkan sekitar 150-an industri,” pungkasnya.

OJK Diminta Tunda Pembayaran Pokok Pinjaman
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengurus Daerah REI DKI Jakarta, Arvin F. Iskandar mengatakan industri properti sudah mengalami perlambatan sejak tahun 2017. “Saat ini akibat pandemi covid-19, kondisinya semakin melemah akibat penurunan aktivitas ekonomi. Tingkat penjualan drop, sementara biaya yang harus dikeluarkan tetap,” kata Arvin dalam keterangannya, di Jakarta.

Agar pandemi virus corona tidak berdampak dalam pada sektor properti termasuk jual tanah, Arvin meminta OJK ikut mendukung industri realestat dengan memberikan stimulus. Bentuknya berupa penundaan pembayaran utang pokok dan keringanan bunga sampai dengan Desember 2020. Stimulus itu dapat dapat dievaluasi kembali dengan melihat dampak bisnis yang diakibatkan oleh penyebaran Covid-19.

Menurut dia hampir semua progres proyek realestat di DKI Jakarta ikut terpengaruh proses pembangunannya. Khususnya yang menggunakan material atau bahan baku yang berasal dari negara-negara terdampak virus corona. Pengembang kesulitan mendatangkan material dan bahan baku karena negara produsennya juga terdampak. Namun biaya operasional dan bunga pinjaman tetap harus dibayarkan.Hal ini juga memicu harga tanah di Jakarta menjadi tidak stabil.

Sementara itu terkait kebijakan yang selama ini berlaku di DKI Jakarta dan menjadi wewenang dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta, akibat lesunya iklim bisnis, Arvin meminta Gubernur DKI Jakarta juga mempertimbangkan beberapa hal, antara lain:
1. Penundaan dan Keringanan Pembayaran Pajak Hotel dan Restoran.
2. Penundaan Kenaikan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak).
3. Pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dapat dicicil tanpa dikenakan denda.

Saat ini lanjut Arvin, terdapat cukup banyak perusahaan Anggota REI DKI Jakarta khususnya yang mengembangkan hotel dan restoran yang terdampak.

“Informasi yang kami terima menyebutkan bahwa okupansi hotel mengalami kemerosotan hingga 80 persen. Padahal hotel memiliki karyawan dan properti dalam jumlah yang besar. Demikian juga soal penundaan Kenaikan NJOP dan PBB. Hal ini diakibatkan kemampuan membayar para pengembang yang terus menurun,” ungkapnya.

Sumber: jawapos.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only