Penerimaan pajak tertekan wabah corona, pajak digital jadi harapan

JAKARTA. Dampak penyebaran wabah virus corona (Covid-19) menggerus penerimaan negara, terlebih bagi pajak sebagai basis pendapatan terbesar. Melemahnya perekonomian domestik dan stimulus pajak dalam rangka penanganan Covid-19 bakal menekan penerimaan negara di tahun ini.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan penerimaan negara tahun ini akan kontraksi sebesar 10% year on year (yoy). Penurunan penerimaan negara ini akibat aktivitas ekonomi terganggu oleh merebaknya Covid-19 baik dari sisi penerimaa pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Bila hal tersebut terjadi pada penerimaan pajak, maka realisasi tahun ini hanya sekitar Rp 1.199 triliun, turun 10% bila dibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebanyak Rp 1.332,1 triliun. Angka tersebut semakin jauh dari target penerimaan pajak yang ditetapkan tahun ini senilai Rp 1.642,6 triliun. Dus, shortfall pajak tahun 2020 bisa senilai Rp 443,6 triliun.

“Penerimaan perpajakan turun akibat kondisi ekonomi yang melemah, dukungan insentif pajak dan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) serta PNBP untuk turun dampak jatuhnya harga komoditas,” kata Menkeu, Rabu (1/4).

Dampak Covid-19 pun diakui sudah terasa sejak penerimaan pajak awal tahun. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) realisasi penerimaan pajak Januari-Februari 2020 sebanyakRp 152,9 triliun, turun hingga 4,9% secara tahunandibandingkan dengan pencapaian pada periode sama tahun lalu senilai Rp 160,9 triliun.

Otoritas pajak pun belum menentukan arah strategi penerimaan yang pas dalam kondisi perekonomian yang terpapar Covid-19.

“Untuk penerimaan pajak, kami masih exercise terus dengan berbagai kondisi saat ini. Nanti akan dituangkan dalam postur APBN-P 2020 dalam Peraturan Presiden,” kata Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama kepada Kontan.co.id, Kamis (2/4).

Meski demikian, Yoga bilang, dengan pajak digital atau Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) menjadi salah satu strategi tahun ini. Apalagi pasal PMSE masuk dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Jadi PMSE, tidak perlu menunggu Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentauan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau RUU Omnibus Law Perpajakan. Namun demikian, DJP belum bisa memaparkan berapa potensi penerimaan dari pajak digital.

“Kami memiliki data potensi dan prediksi ke depannya terkait PMSE yang diolah dari berbagai sumber termasuk dari lembaga-lembaga riset yang kredibel. Namun kami simpan dulu,” ujar Yoga.

Dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menyebutkan skema PMSE akan menarik pajak digital baik berupa pajak pertambahan nilai (PPN) maupun PPh. Bila beleid tersebut segera diundangkan, otoritas pajak akan segera membuat aturannya agar payung hukum pajak digital semakin spesifik.

Yoga menyampaikan otoritas pajak dan Kemenkeu sedang menyiapkan peraturan menteri keuangan (PMK) sebagai payung hukum basis PPN dalam PMSE. Sementara untuk, PPh dan pajak atas transaksi digital, akan disiapkan Peraturan Pemerintah (PP).

Diharapkan PPN dapat terlebih dahulu ditarik dari konsumen PMSE di bawah tanggung jawab perusahaan digital. Untuk PPh akan terus berjalan sambil mengamati dan mendorong tercapainya kesepakatan pemajakan transaksi digital yang sedang diramu oleh Organization for Economic Co-opration and Development (OECD).

Di beberapa negara pajak digital sudah berlaku. Umumnya menggunakan skema digital service tax dimana pajak dikenakan atas penghasilan penyedia jasa periklanan dan jasa intermediasi daring yang penghasilannya diperoleh dari negara asal.

Perancis misalnya menarik digital service tax sebanyak 3% dari nilai transaksi, bahkan dengan model yang sama Austria mematok pajak 5%. Bahkan, Australia mematok tarid 40% dengan skema baranch profit tax atas laba perusahaan yang dialihkan.

Sumber : KONTAN.CO.ID

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only