Siap hadapi corona, ini dia saham defensif pilihan analis

JAKARTA. Indonesia masih dibayangi oleh penyebaran virus corona setidaknya untuk beberapa bulan ke depan. Begitu pula laju pasar saham tanah air yang masih dijegal oleh penyebaran virus penyebab Covid-19 ini.

Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, emiten yang bergerak di sektor barang konsumsi (consumer) menjadi yang paling defensif di antara emiten sektor lain. Sebab, permintaan akan makanan dan minuman tetap akan ada sekalipun terjadi krisis. “Bisnis makanan tidak akan pernah mati. Sekalipun habis ini ekonomi dunia memasuki masa resesi,” ujar William kepada Kontan.co.id, Senin (6/4).

Untuk itu, William merekomendasikan investor untuk mulai mencermati saham-saham yang bergerak di bidang barang konsumsi, seperti saham PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Sariguna Primatirta Tbk (CLEO), hingga saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).

William juga merekomendasikan saham emiten poultry yakni PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).

Senada, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menilai saham emiten berbasis konsumsi dan farmasi memiliki daya tahan yang tinggi di tengah sentimen corona saat ini. “Mau tidak mau, konsumsi pasti ada. Terlebih menyambut Hari Raya Idul Fitri,” ujar Herditya kepada Kontan.co.id, Senin (6/4).

Selain UNVR dan ICBP, Herditya menyarankan investor untuk mulai mencermati saham PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan saham PT Indofarma Tbk (INAF).

Herditya juga menaruh pilihan pada saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). Adapun proyeksi MNC Sekuritas, masa puncak (peak) dari wabah Covid-19 ini akan terjadi pada akhir April 2020.

Dalam risetnya, Analis Samuel Sekuritas Indonesia Teuku Al Hafidh At Tirmidzi mengatakan, ada tiga skenario penyebaran Covid-19 terhadap perekonomian. Yang pertama adalah V-Shape (best case scenario) dengan probabilitas 10%. Skenario ini terjadi ketika pemerintah dapat menurunkan laju pertumbuhan kasus baru Covid-19 di bulan April 2019 atau sebelum memasuki bulan Ramadan.

Namun setelah pandemi menyerang, pertumbuhan konsumsi akan terus menurun bahkan dapat tumbuh kontraksi ketika pertumbuhan kasus mengalami masa puncaknya. “Setelah pertumbuhan kasus baru pandemi mulai meredup, pertumbuhan konsumsi langsung melakukan recovery secara cepat dan setelahnya tumbuh secara positif bahkan melebihi pertumbuhan sebelum pandemi menyerang,” tulis Tirmidzi dalam riset, Kamis (2/4).

Skenario kedua adalah U-Shape (base case scenario) dengan probabilitas 50%. Skenario ini dapat terjadi ketika jumlah pasien Covid-19 mengalami puncak di bulan Ramadan dan Lebaran. Pemerintah mampu mengendalikan bahkan melarang masyarakat untuk melakukan kegiatan mudik.

Skenario terakhir adalah L-Shape (worst case scenario) dengan probabilitas 40%. Skenario ini bisa terjadi ketika pemerintah tidak dapat menurunkan pertumbuhan jumlah kasus baru Covid-19 sampai dengan Oktober atau November 2020.

Laju pertumbuhan kasus baru Covid-19 akan naik semakin tajam ketika bulan Ramadan dan Lebaran dengan asumsi tidak adanya larangan untuk mudik ke kampung halaman.

Secara keseluruhan, Samuel Sekuritas Indonesia memberikan rekomendasi underweight untuk sektor ritel. Rekomendasi ini diberikan dengan mempertimbangkan risiko investasi yang ada, yakni pertumbuhan ekonomi yang berada di bawah estimasi dan bahkan dapat terjadinya resesi, menurunnya konsumsi masyarakat secara signifikan, fluktuasi nilai tukar rupiah dan penyebaran Covid-19 yang terus terjadi.

Namun, Tirmidzi masih merekomendasikan investor untuk mencermati saham PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) sebab memiliki potensi dividend yield di tahun ini sebesar 12,5%.

Sumber: kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only