Ini Komentar Fitch Soal Stimulus RI yang Berbasis Utang

Jakarta, Rencana pemerintah menerbitkan lebih banyak surat utang untuk membiayai stimulus anti krisis COVID-19 senilai Rp 405 triliun, dinilai berisiko menekan peringkat utang Indonesia yang saat ini berada di level layak investasi (investment grade).

Fitch Ratings menilai dampak pelonggaran defisit APBN di tengah pandemi virus COVID-19 akan bergantung pada sejauh mana besar penerbitan surat utang berdenominasi asing, dan kondisi penerimaan negara. Peringkat utang Indonesia saat ini di level BBB atau layak investasi, dengan outlook Stabil.

Pemerintah menargetkan emisi SBN (Surat Berharga Negara) lebih tinggi tahun ini senilai Rp 549,6 triliun. Selain itu juga ada Pandemic Bond senilai Rp 449,9 triliun. Di sisi lain, penerimaan negara berpotensi tertekan dalam jangka panjang karena pemangkasan pajak penghasilan (Pph) badan dari 25% menjadi 22% tahun ini dan 20% tahun depan.

“Kami mencatat kenakan drastis utang pemerintah karena defisit APBN yang melebihi 3% dari PDB sebagai sensitivitas peringkat negatif ketika kami menetapkan peringkat Indonesia di level ‘BBB’ dengan Outlook Stabil pada Januari 2020, bahkan sebelum munculnya implikasi virus corona atas Indonesia,” tulis Fitch dalam laporannya, Selasa (7/4/2020).

Padahal, rasio penerimaan negara (terhadap Produk Domestik Bruto/PDB) saat ini menjadi yang terendah di antara negara lain yang mendapat peringkat ‘BBB’ dari Fitch. “Namun rekam kebijakan fiskal pruden Indonesia, yang mendapat dukungan luas di spektrum politik, memberikan kredibilitas bagi kembali normalnya penerimaan seusai krisis,” ujar Fitch.

“Kami percaya pelonggaran fiskal akan mendorong utang pemerintah ke posisi puncak menjadi 37% dari PDB pada 2022, dari posisi 2019 sebesar 30%, dengan mengasumsikan batas atas defisit fiskal berlaku lagi pada 2023 seperti rencana pemerintah dan pertumbuhan ekonomi kembali ke kisaran 5,5% secara gradual,” ujar Fitch.

Mengomentari perluasan kewenangan Bank Indonesia (BI) untuk membeli obligasi pemerintah di pasar primer, Fitch menilai langkah itu bisa menaikkan beberapa risiko, termasuk pembiayaan bank sentral, mendongkrak ekspektasi inflasi, intervensi politik dalam penetapan kebijakan moneter, dan berkurangnya posisi investor di pasar surat utang Indonesia.

Risiko lain adalah berlanjutnya penurunan cadangan devisa (cadev) karena risiko capital outflow yang masih membayang. Namun Fitch berharap rekam manajemen kebijakan moneter yang disiplin dalam beberapa tahun terakhir bisa mencegah risiko inflasi serta menjaga kredibilitas BI di mata pasar.

Sumber: cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only