Dampak Covid-19, Perluasan Basis Pajak Kian Mendesak

Kondisi ekonomi yang lesu akibat pandemi virus Corona (Covid-19) akan berdampak terhadap penerimaan perpajakan. Relaksasi fiskal berupa keringanan administrasi maupun beban perpajakan yang digelontorkan pemerintah untuk mengantisipasi kelesuan ekonomi akan semakin menggerus penerimaan pajak.

Terkait hal itu, Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Fiscal Research, Denny Vissaro menilai, perluasan basis pajak semakin mendesak dilakukan di tengah situasi tersebut.

“Saat kontribusi ekonomi terhadap pajak menurun, pemerataan beban pajak melalui strategi yang tepat sasaran semakin dibutuhkan,” ujarnya dalam keterangan persnya, di Jakarta Kamis (9/4/2020).

Lebih lanjut Denny mengatakan, pemerataan beban pajak melalui strategi yang tepat sasaran, bukan hanya ditujukan untuk mempertahankan penerimaan pajak. Namun juga untuk meredistribusi beban pajak secara lebih adil sesuai dengan kemampuan membayar.

“Perluasan basis pajak menjadi pendekatan yang tepat lantaran minimnya basis pajak di Indonesia,” ujarnya.

Basis pajak yang minim ini, menurut Denny, bisa dilihat dari empat indikator. Pertama, tingginya shadow economy alias aktivitas ekonomi yang tidak tercatat. Kedua, struktur penerimaan pajak yang tidak berimbang.

Ketiga, kecilnya partisipasi jumlah wajib pajak. Keempat, deviasi aturan sistem pajak yang menyebabkan berkurangnya penerimaan atas dasar tujuan tertentu.

“Dari keempat persoalan tersebut, jelas bahwa basis pajak masih menjadi persoalan yang mendasar di Indonesia,” ujar Denny.

Menurutnya untuk memperluas basis pajak, setidaknya, ada lima langkah yang perlu dilakukan. Pertama, mengurangi kebergantungan pajak dari lapisan wajib pajak tertentu. Hal ini bisa dilakukan melalui reorganisasi kantor pajak dan realokasi proporsi wajib pajak yang ditangani kantor pajak.

“Pemerintah telah melakukan hal ini, misalnya, dengan mengubah fungsi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama untuk menyasar kelompok wakib pajak yang belum masuk ke dalam pendataan,” jelasnya.

Kedua, kemudahan administrasi pajak. Pengurangan administrasi pajak yang dianggap terlalu membebani akan mencegah kelalaian wajib pajak dalammelaksanakan administrasinya.

Ketiga, meningkatkan moral pajak untuk membangun kepatuhan pajak sukarela. Kualitas moral pajak, akan menentukan sejauh mana basis pajak dapat mencapai mayoritas wajib pajak, terutama yang bersal dari sektor informal.

“Dengan moral pajak yang lebih baik, kontribusi pajak penghasilan yang bersifat angsuran atau kurang bayar dari orang prubadi diharapkan bisa optimal,” ujar Denny.

Strategi keempat, adalah memonitor dan mengevaluasi belanja perpajakan. Strategi ini perlu dilakukan lantaran setiap pelemahan ekonomi memiliki sumber yang berbeda-beda. Sehingga, relaksasi pajak yang dibutuhkan juga berbeda. “Karena itu, ada baiknya pemerintah mengurangi belanja pajak yang tidak menjadi prioritas saat ini,” jelasnya.

Selain itu, strategi perluasan basis pajak kelima adalah dengan mempertimbangkan jenis objek pajak baru. Misalnya warisan atau pajak berbasis kekayaan lainnya. Saat tekanan untuk menurunkan tarif pajak semakin besar, perumusan objek pajak baru bisa menjadi opsi.

“Penambahan objek pajak baru belum tentu serta merta memberikan dampak dalam waktu dekat. Namun, hal ini akan sangat berguna untuk jangka panjang,” ujarnya

Denny mengingatkan, perluasan basis pajak sebaiknya tidak dilakukan semata-mata untuk pengumpulan penerimaan. “Lebih penting lagi, langkah tersebut perlu dilakukan dalam menciptakan kontrak fiskal yang lebih baik, adil, dan berkesinambungan dengan masyarakat,” pungkasnya.

Sumber : Indopos.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only