Jakarta, PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ), emiten pengelola jaringan bioskop CGV Cinemas (dulu Blitz Megaplex), mengungkapkan perseroan telah melakukan penutupan sementara kegiatan operasional bioskop CGV dengan waktu yang berbeda-beda dimulai dari 23 Maret 2020.
Penutupan ini berdasarkan instruksi pemerintah pusat yang ditindaklanjuti dengan beragam Surat Edaran kepala daerah di masing-masing daerah demi mencegah pandemi virus corona (Covid-19).
Deoksu Yeo, Direktur Graha Layar Prima, mengatakan penutupan sementara tersebut awalnya akan berlaku hingga 5 April 2020. Akan tetapi, berdasarkan instruksi pemerintah pusat untuk memperpanjang masa tanggap darurat Covid-19 di Indonesia, maka perseroan memperpanjang masa penutupan sementara seluruh bioskop CGV di Indonesia hingga batas waktu yang belum ditentukan.
“Penutupan sementara ini juga untuk memastikan keamanan dan kesehatan masyarakat dan juga karyawan perseroan,” kata Yeo, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (14/4/2020).
“Perseroan akan terus memonitor situasi terkini tentang perkembangan Covid-19 di Indonesia dan menunggu instruksi pemerintah pusat dan pemerintah di masing-masing daerah untuk dapat melanjutkan kembali operasional bioskop CGV hingga situasi aman dan kondusif,” tegasnya.
Pihaknya juga memastikan bahwa selama masa penutupan ini, karyawan di bioskop CGV Off-Duty, dan hak-haknya sebagai pekerja tetap dipenuhi.
Fasilitas pajak
Lebih lanjut, dalam keterbukaan tersebut, Deoksu Yeo juga berharap pemerintah bisa membantu beban pengusaha melalui berbagai kebijakan fiskal yang diarahkan untuk menekan beban perusahaan.
Pemerintah diharapkan akan membebaskan biaya ataupun menangguhkan berbagai beban biaya seperti pajak bioskop, dan lain-lain, memasukkan industri bioskop ke dalam Klasifikasi Lapangan Usaha yang mendapatkan fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah,” tulisnya.
Selain itu, perseroan juga mengharapkan dalam situasi seperti ini, pemerintah akan memberikan insentif finansial seperti pengurangan pajak tontonan film di beberapa daerah menjadi maksimum 10% untuk menciptakan kesetaraan antardaerah.
Hal ini mengingat sejatinya film diputar di seluruh wilayah Indonesia pada dasarnya sama, dan tidak perlu dibedakan pengenaan pajaknya, seperti yang selama ini sudah berjalan untuk pajak restoran dan pajak hotel yang juga menjadi pendapatan daerah.
Selain itu, pihaknya juga berharap dukungan dan peran Pemerintah untuk memajukan industri perfilman, sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.
Sumber: cnbcindonesia.com
Leave a Reply