Dana Transfer dari Pusat ke Daerah Bakal Menyusut

Memasuki masa yang tidak pasti ini, pemerintah terus memantau secara hati-hati.

JAKARTA, Anggaran dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah akan mengalami pe­nyusutan. Hal ini terjadi kare­na Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.

Menteri Keuangan (Men­keu), Sri Mulyani, mengatakan pemerintah sekarang ini melakukan langkah-langkah luar biasa (extraordinary) untuk menangani wabah korona.

“Untuk itu, alokasi ang­garan diprioritaskan untuk tiga pos alokasi, yakni untuk penanganan kesehatan, penanganan dampak ekonomi, dan penyedia jaring pengaman sosial,” katanya saat diskusi daring dengan para pemimpin redaksi media massa, di Jakar­ta, Kamis (23/4) malam.

Dia menjelaskan kebijakan realokasi anggaran telah mem­buat tekanan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Dae­rah (APBD), terutama Provinsi DKI Jakarta. Ini terjadi kare­na Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkurang, dana bagi hasil berkurang, terutama dari penerimaan pajak. “APBD DKI Jakarta pasti akan me­rosot tajam. Daerah lain juga sama rumitnya. APBD mereka pasti berubah karena trans­fer pemerintah pusat akan berubah karena ada tekanan APBN,” jelasnya.

Diperoleh informasi, sebanyak 528 pemerintah daerah telah melaporkan realokasi dan refocusing APBD untuk penanganan Covid-19. DKI Ja­karta menjadi provinsi paling besar yang mengalokasikan anggarannya, yakni mencapai 10,64 triliun rupiah.

Kemudian, Pemda Jawa Barat yang mengalokasikan anggaran sebesar delapan trili­un rupiah, Provinsi Jawa Timur dengan alokasi 2,39 triliun ru­piah, Jawa Tengah sebesar 2,12 triliun rupiah, dan Aceh sebe­sar 1,7 triliun rupiah.

Menkeu meminta pemerintah daerah untuk refocusing anggaran karena Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alo­kasi Khusus (DAK) mengalami penurunan.

“Namun, DAK untuk ke­sehatan justru meningkat karena untuk rumah sakit. Makanya, refocusing juga harus lebih spesifik. Sekarang ini, banyak daerah yang belum laku­kan perubahan sama sekali,” ungkapnya.

Sri Mulyani menyebut pen­cairan selisih DBH telah dia­tur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang diterbitkan beberapa waktu lalu. Di sisi lain, pemerintah pusat saat ini juga telah mempercepat pen­cairan DBH untuk tahun ang­garan 2020. “Kami akan terus melakukan langkah-langkah extraordinary untuk mem­bantu daerah. Padahal seperti yang kita ketahui, penerimaan negara juga sedang mengalami tekanan,” ungkap dia.

Oleh karena itu, ia menegaskan pemerintah pusat dan daerah harus bergotong royong untuk menangani pan­demi korona.

Masa Tidak Pasti

Terkait pengelolaan ang­garan, Sri Mulyani mengatakan kondisi APBN sampai Min­ggu pertama Maret 2020 tidak jelek. “Baru terasa minggu kedua Maret, terutama dari pajak. Tapi, penerimaan negara nonpajak tumbuh positif. Ini disebabkan pabrik rokok membeli cukai lebih awal kare­na takut social distancing dan lockdown,” katanya.

Menkeu mengungkapkan, Januari Maret sebenarnya lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya. Tapi, karena Covid-19 meluas mem­buat semuanya berantakan. “Penerimaan pajak minus 2,5 persen terutama dari PPh mi­gas dan PPh nonmigas minus 3,0 persen,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Men­keu Sri Mulyani mengatakan memasuki masa tidak pasti, pemerintah terus memantau secara hati-hati. Diperkirakan puncak masalah anggaran terjadi pada Mei atau awal Juni.

“Di saat itu harus waspa­da tinggi. Namun, tekanan ini akan terus direspons dengan rileks bukan ketat, rileks tapi hati-hati karena selalu ada orang yang akan melaku­kan moral hazard. Terpenting, prudent dan merespons,” katanya.

Sumber: koran-jakarta.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only