SKK Migas Usul 9 Kebijakan Stimulus untuk Sektor Hulu Migas

Jakarta – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi alias SKK Migas mengusulkan setidaknya sembilan stimulus untuk meredam imbas sektor hulu migas yang lesu akibat wabah Virus Corona dan anjloknya harga minyak belakangan ini. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan usulan itu disusun setelah berdiskusi dengan pihak-pihak terkait.

Usulan pertama adalah penundaan pencadangan biaya kegiatan pascaoperasi atau Abandonment and Site Restoration (ASR). Kegiatan pasca operasi itu biasanya melingkupi pembongkaran peralatan atau fasilitas, hingga penutupan sumur setelah operasi.

Diharapkan, kelonggaran itu bisa membawa perbaikan kepada arus kas kontraktor di seluruh wilayah kerja. “Sekarang statusnya sedang dalam tahap finalisasi,” ujar Dwi dalam rapat bersama Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 28 April 2020.

Dwi mengusulkan adanya tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas. Harapannya stimulus itu bisa membuat tarif pajak perusahaan dan dividen di kisaran 40-48 persen dengan skema cost recovery. Sementara, untuk kontrak gross split dan Pertamina, corporate and divident tax rate sebesar 25 persen.

Saat ini, SKK Migas bersama dengan Indonesia Petroleum Association telah membahas usulan atas pembebasan BPT selama laba setelah pajak diinvestasikan kembali di Indonesia.

Usulan ketiga adalah penundaan atau penghapusan Pajak Pertambahan Nilai melalui revisi Peraturan Pemerintah. Dwi melihat usulan ini dapat memperbaiki arus kas para kontraktor. “Revisi PP terkait PPN LNG telah dilakukan harmonisasi dan saat ini membutuhkan tanda tangan Menteri Keuangan,” ujar dia.

Keempat, Dwi mengusulkan agar Barang Milik Negara hulu migas tidak dikenakan biaya sewa. Stimulus ini diperkirakan menyelamatkan 1 persen dari pendapatan kotor kontraktor untuk semua wilayah kerja yang baru mendatangani kontrak kerja sama di WK eksplorasi.

Hingga saat ini SKK Migas telah berdiskusi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan mengenai hal tersebut. Rapat dihelat pada 9 April lalu.

Usulan kelima adalah menghapuskan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak sebesar US$ 0,22 per MMBTU. WK yang terdampak adalah semua yang memproduksi gas dan masuk ke sistem Kalimantan Timur.

Adapun dampak yang diharapkan adalah sebesar 3,6 persen dari persen dari pendapatan kotor untuk harga gas US$ 6 per MMBTU. Saat ini usulan tersebut telah didiskusikan dengan LMAN dan akan dilakukan pembahasan lebih lanjut.

Usul selanjutnya, kata Dwi, adalah penundaan atau pengurangan pajak-pajak tidak langsung sebesar seratus persen, khususnya untuk WK eksploitasi. Harapannya, itu bisa menjaga 4-12 persen pendapatan kotor dari gross split dan 4 persen dari biaya untuk cost recovery. “Menkeu akan mengeluarkan PMK untuk penundaan pajak,” tuturnya.

Ketujuh, Dwi mengatakan perlunya stimulus berupa kebijakan agar gas bisa dijual dengan harga diskon untuk volume antara TOP dan DCCL. Kebijakan ini diharapkan berlaku untuk semua WK.

Kedelapan, stimulus lainnya yang diusulkan Dwi adalah memberikan insentif untuk batas waktu tertentu seperti depresiasi dipercepat, perubahan split sementara, hingga domestic market obligation dengan harga penuh. “Ini dapat memperbaiki keekonomian pengembangan lapangan,” tutur Dwi. Saat ini, ia mengatakan SKK migas tengah berdiskusi untuk WK-Wk yang akan mengajukan insentif.

Stimulus terakhir yang diusulkan adalah dukungan dari kementerian yang membina industri pendukung hulu migas terhadap pembebasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu. Dwi mengatakan stimulus tersebut adalah upaya menjaga keekonomian usaha penunjang. “Dukungan yang dibutuhkan adalah endorsment ke Kemenperin dan Kemenkeu,” tutur Dwi.

Sumber: tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only