Riset: Indeks Manufaktur Indonesia Terendah Kedua di ASEAN

Jakarta, Ekonom IHS Markit, Lewis Cooper menyebutkan hasil risetnya menunjukkan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di urutan kedua terendah dibanding negara-negara ASEAN lainnya per Mei 2020. Secara keseluruhan sektor manufaktur di Asia Tenggara tercatat masih lemah pada periode tersebut.

Cooper menjelaskan, penurunan kondisi produksi di Asia Tenggara merupakan salah satu yang tercepat sejak IHS Markit mencatat PMI Manufaktur di Asia Tenggara pada Juli 2012. “Walaupun penurunan sektor manufaktur Asia Tenggara tidak seburuk pada April, data Mei 2020 tetap menjadi salah satu yang akan ditandai,” ujarnya pada keterangan pers, Selasa, 2 Juni 2020.

Lewis mencatat data PMI Manufaktur di beberapa negara telah menunjukkan perbaikan seperti Myanmar (38,9), Filipina (40,1), Vietnam (42,7), dan Malaysia (45,6). Adapun, PMI Manufaktur Singapura dan Indonesia tercatat masih berada di bawah level 30, yakni masing-masing di posisi 26,4 dan 28,6. Adapun Singapura merupakan negara yang paling terdampak dengan indeks PMI Manufaktur terendah dalam 8 tahun terakhir.

Di sisi lain, minimnya PMI Manufaktur Indonesia pada Mei diduga karena tindakan pencegahan berkelanjutan guna membatasi penyebaran Covid-19. Pandemi virus ini kembali menjadi akar dari penutupan sektor bisnis non-utama, kemandekan transportasi, dan berkurangnya permintaan.

Sementara itu, Kepala Ekonom IHS Markit, Bernard Aw menyebutkan produksi dan permintaan baru terus turun pada kisaran parah, memaksa perusahaan mengurangi lapangan kerja dan inventaris guna menangani biaya di tengah-tengah penutupan bisnis besar-besaran. “Khususnya, tingkat pengangguran tertinggi dalam catatan dilaporkan dalam survei terkini,” ujarnya.

Bernard menilai tindakan pencegahan pandemi Covid-19 malah menghambat rantai pasok sektor manufaktur. Akibatnya waktu pengiriman menjadi yang paling panjang sejak 9 tahun lalu. Selain itu, inspeksi pabean yang lebih ketat, kurangnya bahan baku, dan gangguan rute transportasi menjadi beberapa alasan utama penundaan pengiriman.

Dengan adanya wacana pemerintah kembali membuka ekonomi secara bertahap mulai bulan Juni, ia berharap PMI Manufaktur akan naik pada bulan-bulan mendatang. “Meskipun akan membutuhkan upaya yang lebih besar untuk memulihkan kerugian parah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir,” ucap Bernard.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya optimistis PMI Manufaktur Indonesia akan kembali meningkat saat industri manufaktur nasional kembali beroperasi.

“Kemenperin optimistis industri manufaktur nasional dapat pulih lebih cepat atau cepat ketika nanti beroperasi secara normal, atau bahkan pada kondisi ’new normal’,” kata Menperin saat menghadiri konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa, 19 Mei 2020.

Harapannya, kata Agus, dalam waktu tiga bulan setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berakhir, Kemenperin membidik PMI manufaktur Indonesia dapat kembali ke angka 51,9, seperti pada Februari 2020.

“Kami menargetkan PMI tadinya 25,7 pada April 2020 atau berada pada titik terendah, nanti dalam tiga bulan kami akan mendorong dengan berbagai macam strategi dan kebijakan agar kembali pada level 51,9, di mana level tersebut terjadi pada Februari,” ujar Agus Gumiwang.

Sumber: tempo.co

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only