Pemerintah Harus Ambil Langkah Multilateral Terapkan Pajak Digital

JAKARTA – Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengungkapkan pemerintah harus berhati-hati dan mengambil langkah multilateral dalam penerapan pajak digital untuk menghindari adanya dispute yang berujung pada aksi perang dagang. Pasalnya pajak digital memiliki potensi yang besar.

“Kalau perang dagang sampai terjadi, pemulihan ekonomi justru akan terhambat. Penerimaan pajak dari sektor lain pun pada akhirnya akan turut tersendat,”jelas Fajry Akbar, dari CITA dalam diskusi webinar CITA meneropong pajak digital pascapandemik, Rabu (10/6).

Ia mengatakan dalam penerapan pajak digital, Pemerintah sebaiknya mengambil langkah multilateral, dengan cara melakukan komunikasi dan koordinasi dengan seluruh negara asal perusahaan digital, termasuk salah satunya Amerika Serikat.

Tak hanya mengenai penerimaan negara, tetapi pajak digital juga terkait dampak bagi perdagangan internasional.

“Dalam hal ini, pajak digital bukan hanya isu antara Pemerintah dengan Bisnis (Government to Business), melainkan juga isu Pemerintah dengan Pemerintah (Government to Government),”ujarnya.

Di sisi lain, Fajry menegaskan pemerintah harus menempuh langkah multilateral dan menghindari langkah unilateral. Karena langkah unilateral bukanlah langkah yang bijak untuk mencapai fairness.

“Biasanya, langkah unilateral dilakukan demi tujuan sempit meningkatkan penerimaan saja, yang pada gilirannya berpotensi menimbulkan berbagai risiko,”jelasnya.

Apabila langkah unilateral diambil, maka memiliki dampak bagi Indonesia, benefit-nya (penerimaan pajak) tak sebanding dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkan. Bahkan jika sampai terjadi perang dagang antara Indonesia dengan Amerika Serikat, misalnya, sektor manufaktur Indonesia akan sangat terpukul, mengingat Amerika Serikat adalah pasar terbesar dari hasil manufaktur Indonesia.

Sementara itu, opsi multilateral optimis akan keluar paling lambat tahun 2021, karena itu, sesungguhnya tak ada cukup alasan bagi Indonesia untuk melanjutkan langkah unilateral dalam bentuk Pajak Transaksi Elektronik (PTE) dan redefinisi BUT yang terlalu dini.

Fajry mengungkapkan bahwa saat ini, konsensus global sudah mulai terbentuk dengan beberapa opsi yang pernah diajukan semakin mengerucut menjadi unified pillar one dan unified pillar two. Proposal yang diajukan pun telah membahas hal teknis. Di akhir tahun 2020, konsensus global diharapkan akan semakin bulat.

“Sayangnya, pandemi Covid -19 membuat seluruh proses terhenti. Harapannya, konsensus global bisa segera tercapai setelah pandemi Covid -19,”ujarnya.

Adapun saat ini sudah ada tiga instrumen pajak sektor digital yang tertuang dalam UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Sistem Keuangan terkait Covid -19.

Pertama terkait PPN atas transaksi PMSE, kedua PPh Badan melalui pendefinisian ulang Bentuk Usaha Tetap/BUT, dan ketiga Pajak Transaksi Elektronik (PTE) yang merupakan pajak tambahan apabila PPh Badan melalui pendefinisian ulang BUT tidak dapat dikenakan pada perusahaan digital karena adanya Tax Treaty.

“Instrumen nomor kedua dan ketiga tergolong sebagai langkah unilateral karena diberlakukan secara sepihak oleh suatu negara, dalam hal ini Indonesia, untuk mengenakan pajak berdasarkan kriteria tertentu,”jelasnya.

Menurutnya saat ini yang menjadi isu pajak digital sesungguhnya adalah digitalisasi ekonomi, bukan ekonomi digital. Digitalisasi tak terbatas pada perusahaan digital seperti Facebook, Netflix, Spotify, dan sejenisnya.

Digitalisasi terjadi pada semua sektor, tak terkecuali sektor manufaktur. Dengan demikian, ia menilai bukan hanya perusahaan digital yang tak membutuhkan kehadiran fisik. Perusahaan konvensional seperti otomotif pun bisa saja tak lagi membutuhkan kehadiran fisik.

“Karena itu, jangan sampai solusi atas masalah pajak digital ini bersifat diskriminatif, menyasar perusahaan digital tertentu saja, tanpa mempertimbangkan proses digitalisasi yang kini tengah terjadi pada hampir semua sektor. Hal ini pun sesuai dengan arah dari OECD yang menolak untuk melakukan ring fencing,” tuturnya.

Sumber : Investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only