Pengusaha: BUMN Mudah Dapat Triliunan, Swasta Survive Sendiri

JAKARTA — Memasuki era kenormalan baru atau new normal, banyak pengusaha yang mengaku kesulitan untuk kembali menjalankan kegiatan bisnisnya. Salah satu yang paling terdampak adalah sektor perhotelan.

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengungkapkan bahwa kesulitan pengusaha saat ini adalah mendapatkan arus kas alias cashflow. Sejumlah stimulus yang didengungkan pemerintah untuk diberikan ke pelaku usaha belum juga terasa.

Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan yang dialami perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Maulana pun membandingkan antara keduanya, terasa berbeda jika dibandingkan dengan perusahaan swasta.

“Selama ini yang dibantu lebih kepada BUMN. Kalau swasta harus survival jadi sendiri, itu yang terjadi. BUMN [minta] berapa triliun langsung, mendapat langsung, dibantuin,” katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (23/6).

Pekan ini, sebanyak 17 perusahaan BUMN mendapatkan karpet merah dari pemerintah mengenai dana bantuan dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai total Rp 143,63 triliun.

Dana tersebut diberikan dalam bentuk pencairan utang pemerintah senilai Rp 108,48 triliun. Pembayaran ini akan diberikan kepada PT Pertamina (Persero) Rp 40 triliun, PT PLN (Persero) Rp 48,46 triliun, PT Pupuk Indonesia (Persero) Rp 6 triliun dan PT KAI (Persero) Rp 300 miliar.

Selanjutnya ada Perum Bulog sebesar Rp 560 miliar, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) Rp 1 triliun. Sejumlah perusahaan BUMN Karya seperti PT Hutama Karya (Persero), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).

Selain pencairan utang, ada dalam bentuk penyertaan modal negara atau PMN. Sebesar Rp 15,5 triliun PMN akan diterima oleh PT Hutama Karya (Persero) Rp 7,5 triliun, PT PNM (Persero) Rp 1,5 triliun, PT BPUI (Persero) Rp 6 triliun dan ITDC sebesar Rp 500 miliar.

Lalu bentuk dukungan lainnya yakni dana talangan sebesar Rp 19,65 triliun yang akan diberikan kepada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Rp 8,5 triliun, PT KAI Rp 3,5 triliun, Perum Perumnas Rp 650 miliar, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dan PT Perkebunan Nusantara (Persero) Rp 4 triliun.

Sebab itu, dia menilai perbandingan swasta dan BUMN itu bak bumi dan langit. Kalangan swasta dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sangat sulit mendapatkan bantuan besar seperti itu, yang diberikan dalam bentuk tunai, bukan sekadar relaksasi pajak.

Kebijakan relaksasi itu hanya seperti kuat di atas kertas. Karena di lapangan, banyak pelaku usaha yang sulit mendapatkannya, terutama di kalangan pelaku usaha kecil.

“Banyak hal kita temukan, masalah bank. POJK (Peraturan OJK) atur tata cara kebijakan di masing-masing Bank. Ada bank yang merasa saya sudah kasih relaksasi cuti dan sebagainya, sehingga modal kerja ngga berikan lagi. atau UMKM susah banget dapatnya,” sebut Maulana.

Padahal, saat ini hingga beberapa bulan ke depan merupakan waktu yang sulit bahkan kritis bagi pelaku usaha. Di sektor perhotelan, momentum emas untuk meraup banyak omset pada waktu lebaran lalu sudah punah.

Harapan kini bersandar pada momen liburan sekolah dan tahun baru mendatang. Namun, Maulana mengaku tidak terlalu berharap banyak. Mengingat kondisi saat ini daya beli masyarakat masih berada di level rendah.

Sejumlah diskon coba diberikan. Misalnya dengan paket potongan harga hingga tahun depan. Langkah ini dilakukan dengan proyeksi masyarakat kembali tertarik menggunakan jasa perhotelan. “Ya dari pada ngga ada kan,” sebut Maulana.

Sumber: CNBCIndonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only