Managing Director Institute of Developing Economies and Entrepreneurship (IDEE) Sutrisno Iwantono menilai kriteria usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia sudah ketinggalan dibandingkan dengan negara lain.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu menyarankan agar pemerintah memperbaharui kriteria-kriteria terhadap UMKM.
“Usulan-usulan kita yang pertama mengenai usaha kriteria. Kriteria itu kita usulkan untuk usaha mikro Rp 200 juta sampai Rp 2 miliar omzetnya per tahun. Sedangkan asetnya antara Rp 100 miliar sampai Rp 1 miliar di luar tanah dan bangunan, dan tenaga kerja sampai 5 orang karena kriteria kita di Indonesia itu sudah jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara lain,” kata Sutrisno dalam Webinar, Rabu (24/6/2020).
Berikutnya untuk usaha kecil kriterianya adalah yang omzet tahunannya Rp 2 miliar sampai Rp 10 miliar, asetnya antara Rp 1 miliar sampai Rp 5 miliar di luar tanah dan bangunan, serta tenaga kerja 6 sampai 40 orang.
Sementara usaha menengah, omzet tahunannya antara Rp 10 miliar sampai Rp 40 miliar, asetnya antara Rp 5 miliar sampai Rp 20 miliar di luar tanah dan bangunan, serta tenaga kerja 40 sampai 150 orang.
“Untuk kegiatan usaha yang omzetnya di bawah Rp 200 juta itu disebut ultra mikro, dan itu ditempatkan sebagai pra usaha sehingga mereka diperlakukan dalam social safety net,” sebutnya.
Lalu usulan kedua terkait perpajakan, yaitu pajak untuk usaha mikro dan kecil (UMK) harus ramah dan mendukung dengan administrasi yang sederhana. Laporan PPh (Pajak Penghasilan) usaha mikro dan kecil diberikan 2 alternatif secara opsional.
“Sekarang itu PP 23 tahun 2018 yang kena pajak final nomor 0,5% dengan omzet maksimum Rp 4,8 miliar, ini sudah tidak memadai lagi. Apalagi waktunya hanya 3 tahun. Untuk itu kita usulkan omzet usaha sampai Rp 10 miliar sesuai dengan kriteria, dan waktunya tidak dibatasi 3 tahun tapi selama dia masih berstatus usaha kecil, usaha mikro maka dia tetap boleh pajak final. Tapi usaha menengah tidak,” jelasnya.
Masih terkait pajak, pihaknya juga mengusulkan bagi usaha mikro dan kecil boleh memilih yakni dengan menyelenggarakan pembukuan maka menggunakan skema yang mengacu pada pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Klik halaman selanjutnya.
Kemudian tentang pengupahan, dia menjelaskan sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 38.109.196 juta orang dengan tingkat upah sekitar Rp 2 juta per bulan, dan sektor perdagangan besar dan eceran termasuk di dalamnya ada hotel dan restoran sebanyak 24.268.760 orang dengan tingkat upah sekitar Rp 2,4 juta.
Jika demikian maka UMR, UMP atau UMK tidak layak diterapkan bagi usaha mikro dan kecil. Sedangkan usaha menengah dapat diberlakukan kebijakan pengupahan tersebut.
“Oleh karena itu di dalam omnibus law itu kita usulkan itu tidak berlaku bagi usaha mikro dan usaha kecil. Usaha menengah silakan,” lanjutnya.
Selanjutnya usulan tentang perizinan yang sekarang dianggap rumit. Dia menggambarkan bahwa saat ini jumlah perizinan ada sebanyak 43.604.
“Sehingga ini sangat menyulitkan. Oleh karena itu untuk usaha mikro, kecil masalahnya adalah kita pendaftaran saja atau notifikasi. Jadi kalau sudah mendaftar sudah cukup. Kecuali kalau usahanya itu sifatnya berbahaya dan menyangkut keamanan,” ujarnya.
Usulan terakhir adalah yang berkaitan dengan akses pendanaan. Misalnya administrasinya harus sederhana, adanya portfolio dengan jumlah tertentu bagi perbankan untuk membiayai kredit UMKM, kebijakan bunga dan jaminan yang ringan.
“Nah usulan yang kelima tentang akses pendanaan. Itu untuk membuka akses permodalan. Kalau bisa dibentuk bank khusus bagi UMKM. Selama ini kan tidak ada yang melayani secara khusus,” tambahnya.
Sumber : detik finance
Leave a Reply