Otoritas Pajak Tancap Gas

JAKARTA — Pemerintah tancap gas jelang implementasi pungutan pajak pertambahan nilai atas transaksi digital dengan menunjuk enam perusahaan global sebagai wajib pungut.

Keenam perusahaan tersebut adalah Amazon Web Services Inc., Google Asia Pacifi c Pte. Ltd., Google Ireland Ltd., Google LLC, Netflix International B.V., dan Spotify AB.

Dengan penunjukan ini, maka produk dan layanan digital yang dijual oleh keenam pelaku usaha tersebut akan dipungut pajak pertambahan nilai (PPN) mulai 1 Agustus 2020.

“Jumlah PPN yang harus dibayar pembeli adalah 10% dari harga sebelum pajak dan harus dicantumkan pada resi atau kuitansi yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN,” kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama, Selasa (7/7).

Dia menjelaskan, kewajiban sebagai wajib pungut ini dilakukan setelah Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menganggap enam perusahaan global itu memenuhi kriteria sebagai pemungut PPN atas barang dan jasa digital yang dijual kepada pelanggan di Indonesia.

Enam pelaku usaha itu kemudian menerima surat keterangan terdaftar dan nomor identitas perpajakan sebagai pemungut PPN pada gelombang pertama.

Yoga menjelaskan bahwa PPN yang dibayarkan kepada pelaku usaha luar negeri atas pembelian barang atau jasa yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat diklaim sebagai pajak masukan oleh pengusaha kena pajak.

Adapun untuk dapat mengkreditkan pajak masukan, pengusaha kena pajak harus memberitahukan nama dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) kepada pembeli untuk dicantumkan pada bukti pungut PPN agar memenuhi syarat sebagai dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak.

Apabila bukti pungut belum mencantumkan informasi nama dan NPWP pembeli, maka pajak masukan tetap dapat dikreditkan sepanjang bukti pungut mencantumkan alamat surat elektronik atau email pembeli yang terdaftar sebagai alamat email pengusaha kena pajak pada sistem informasi Ditjen Pajak.

Opsi lain adalah jika terdapat dokumen yang menunjukkan bahwa akun pembeli pada sistem elektronik penjual memuat nama dan NPWP pembeli, atau alamat email sebagaimana dimaksud di atas.

MASIH SERET

Menanggapi keputusan penunjukan oleh Ditjen Pajak ini, pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengapresiasi langkah cepat pemerintah tersebut. Apalagi, penerimaan negara dari sektor perpajakan masih seret. Pengenaan pajak digital diyakini akan membantu pemerintah meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan.

Dia meyakini, penunjukan ini juga telah disetujui oleh perusahaan terkait. “Ada perusahaan yang memang menunggu aturan hukumnya. Jadi mereka sudah siap tapi belum ada dasar hukumnya. Sekarang regulasi sudah ada, akhirnya bisa jalan,” jelas dia.

Menurutnya, yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah selanjutnya adalah menjaga komunikasi dengan perusahaan-perusahaan yang ditunjuk sebagai wajib pungut tersebut.

Pasalnya, seluruh perusahaan berdomisili di luar negeri atau berada di luar yuridiksi Pemerintah Indonesia, sehingga mekanisme pengawasan sedikit terhambat.

“Kuncinya adalah komunikasi untuk meminimalisasi dispute. Karena mereka kan berada di luar yurisdiksi kita, jadi sulit [bagi pemerintah] melakukan enforcement,” kata dia.

Di sisi lain, dia menegaskan bahwa pemerintah tak perlu khawatir dengan ancaman Amerika Serikat dalam menerapkan kebijakan pemajakan ini. Pasalnya, yang menjadi objek ancaman Negeri Paman Sam itu adalah skema pengenaan pajak penghasilan (PPh), bukan skema pungutan PPN Menurutnya, pemerintah tidak memiliki risiko apapun dengan AS saat ketentuan ini diimplementasikan.

“Kalau PPN tidak ada urusan politik dengan AS, karena memang seharusnya dikenakan PPN dan mereka [AS] pun setuju,” tegasnya.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only