Pemerintah beri diskon 50% untuk PPh pasal 25, ini dampaknya ke penerimaan pajak

JAKARTA. Pemerintah akan menambah diskon pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dari 30% menjadi 50%. Tujuannya untuk mengungkit perekonomian di semester II-2020. Kendati demikian, kebijakan ini akan berdampak terhadap penerimaan pajak.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, kebijakan ini diambil sebagai respons pemerintah dalam menanggulangi dampak ekonomi yang diakibatkan pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19). Harapannya dengan diskon pajak badan yang ditambah itu, cash flow perusahaan dapat membaik di semester II-2020.

Insentif tambahan diskon tersebut diharapkan akan laris-manis dimanfaatkan oleh bagi wajib pajak (WP) Badan. Sebab, otoritas fiskal menilai penyerapan anggaran dari diskon semula yang hanya 30% tidak laku.

“Karena beberapa stimulus yang kurang dapatkan atau belum bisa diimplementasikan karena sulit dilaksanakan, pemerintah akan lakukan perbaikan atau diubah,” kata Menkeu dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (5/8).

Adapun pemerintah menganggarkan insentif pajak dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 120,6 triliun. Sri Mulyani memaparkan sampai dengan 5 Agustus 2020 realisasi insentif pajak dalam program PEN itu sebesar Rp 16,2 triliun.

Artinya baru 13,43% dari total pagu insentif. Progres insentif itu setidaknya merupakan realisasi dari tiga kali massa pajak.

Secara rinci, untuk insentif diskon 30% PPh Pasal 25, pada 20 Juni 2020, atau dua kali masa pajak, realisasinya sebesar Rp 3,44 triliun. Angka tersebut, setara dengan 23,89% dari pagu sejumlah Rp 14,4 triliun.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal mengatakan, Kemenkeu saat ini tengah menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang merevisi ketentuan insentif pajak dalam rangka program PEN tersebut.

Sebelumnya, insentif pajak tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Beleid tersebut diterbitkan karena memperluas cakupan WP penerima insentif yang merupakan revisi dari PMK 44/2020 yang mengatur hal sama. PMK 44/2020 pun adalah perluasan dari PMK 23/2020 yang juga terkait insentif pajak.

Melalui tiga kali revisi itu, Ditjen Pajak telah memperluas cakupan penerimanya. Semula, hanya 102 klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang dapat menikmati insentif tersebut sesuai PMK 23/2020. Kemudian, dengan PMK 44/2020, jumlah KLU diperluas menjadi 846. Sekarang, dengan PMK 86/2020 jumlah KLU bertambah lagi menjadi 1.013.

Yon menyampaikan untuk PPh Pasal 25 merupakan bagian yang diperhitungkan sebagai shortfall penerimaan pajak. Sehingga, alokasi dananya bukan berasal dari Rp 238 triliun anggaran PEN yang belum masuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

“Jadi kalau ada perluasan sektor atau KLU, atau periode akan mempengaruhi shortfall penerimaan pajak. Tidak berpengaruh ke pos belanja. Beda dengan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) yang merupakan bagian belanja,” ujar Yon kepada Kontan.co.id, Kamis (6/8).

Adapun perkembangan sepanjang semester I-2020, realisasi penerimaan pajak sebanyak Rp 531,71 triliun, minus 12,01% year on year (yoy). Angka tersebut pun baru 44,35% dari target penerimaan pajak akhir tahun senilai Rp 1.198,82 triliun.

Artinya, agar penerimaan pajak tidak mengalami shortfall, maka pada semester II-2020, otoritas harus mengantungi pundi-pundi pajak sebanyak Rp 667,11 triliun.

Di sisi lain, Direktur Perpajakan II Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu Yunirwansyah menambahkan seluruh wajib pajak dapat memanfaatkan fasilitas ini, tidak terlepas dari perusahaan yang memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).

“Untuk emiten, sepanjang memenuhi ketentuan KLU tetap mendapatkan pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 50%,” kata Yunirwansyah kepada Kontan.co.id, Kamis (5/8).

Sumber: Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only