Ngamuk Lagi, Gempuran Tekstil Impor China Acak-Acak Pasar

Pengusaha tekstil dan produk tekstil lokal berteriak melihat importasi tekstil dari China kembali menyerang pasar dalam negeri. Ada dugaan masuknya barang-barang ilegal itu melalui proses non prosedural, saat sudah ada kebijakan proteksi impor melalui safeguard.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Filament Indonesia, Redma Gita Wirawasta menyebut salah satu dampaknya adalah pertumbuhan industri tekstil dalam negeri lebih lambat dari potensi yang seharusnya ada.

“Kemarin sempat buat produksi, tapi tiba-tiba barang impor di pasar masuk banyak banget. Jadi begitu mau bikin order lagi, dia stop lagi. Sekarang utilisasi masih sekitar 40%, naik sedikit dibanding saat pandemi sekitar 30%. Padahal harusnya bisa 60%. Yang kemarin tutup masih tutup, ada produksi dua line tambah satu line. Tapi jadi nahan, nggak maksimal,” kata Redma kepada CNBC Indonesia, Rabu (12/8).

Kondisi ini sangat menyulitkan bagi para produsen lokal, apalagi ketika melihat pasar dalam negeri sudah mulai terlihat akan bangkit. Namun, ketika momen itu datang, pengiriman tekstil impor dari China pun kian banyak menggerogoti pasar lokal.

“Sampai akhir bulan kemarin masih banyak yang masuk, Juni info masuk ke Jawa Barat hampir 100 kontainer cotton rayon, mayoritas polyester. Bulan kemarin Juli itu rayon kain masuk ke Jawa Tengah karena demand tinggi masuk 200 kontainer. Agustus awal denim masuk banyak. Lokal kan mulai gerak tapi disikat barang-barang impor,” papar Redma.

Ancaman barang impor tersebut nyatanya bukan hanya berada di masa pandemi Covid-19. Ketua Umum IKATSI, Suharno Rusdi menyatakan bahwa importasi ini menyebabkan pasar domestik banjir impor barang murah sehingga menekan kinerja industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dalam negeri, bahkan tidak sedikit perusahaan yang gulung tikar dan mem-PHK karyawannya dalam 5 tahun terakhir.

“Perbedaan harganya bisa sampai 50%, karena importasi yang dilakukan mafia ini tidak membayar Bea Masuk (BM) dan Pajak dengan benar, padahal harga asal negaranya saja sudah dumping” ucap Rusdi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2020, nilai impor kain tenunan khusus mencapai angka US$ 12.797.291 dengan jumlah 922.029 Kg. Jenis ini mencakupi yakni kain tekstil berjumbai, renda, permadani dinding, hiasan, sulaman.

Kemudian impor untuk jenis barang tekstil yang cocok untuk keperluan industri mencapai angka US$ 38.798.172 dengan kapasitas 4.900.044 Kg. Jenis ini mencakupi kain tekstil diresapi, dilapisi, ditutupi atau dilaminasi.

Namun, bukan berarti segmen lain tidak dipantau oleh produsen China. Ada juga potensi yang mulai dilihat, yakni barang tekstil sudah jadi. Data BPS menunjukkan pada Mei 2020 lalu nilai dari komoditas ini mencapai US$ 37.256.567 dengan jumlah 1.907.540 Kg.

Sumber: CNBCIndonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only