Pendapatan Turun, Jerman Alami Defisit

FRANKFURT AM MAIN —

Pemerintahan Jerman membukukan defisit publik sebanyak 51,6 miliar euro untuk semester pertama 2020. Dalam laporannya Selasa (25/8), pendapatan – yang sudah lama tidak berada di zona merah – dilaporkan turun karena pemerintah harus meningkatkan belanja menyusul penerapan aturan karantina guna meredam penyebaran virus corona Covid-19.

Belanja darurat tersebut diberikan guna membantu perekonomian negara untuk mengatasi guncangan yang disebabkan pandemi secara lebih baik dibandingkan kebanyakan negara-negara tetangganya. Dalam survei terpisah yang ditunjukkan pada Selasa, perusahaan-perusahaan Jerman optimistis tentang rebound.

Dalam laporan badan statistik federal Destatis, ekonomi Jerman membukukan defisit 3,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam enam bulan hingga Juni. Angka itu berada di atas batas 3,0% yang ditetapkan aturan Uni Eropa (UE), namun tengah ditangguhkan karena pandemi.

Sebelumnya pada periode yang sama di 2019, Jerman mencatatkan surplus publik sebesar 2,7% dari PDB atau sekitar 46,5 miliar euro. Dan untuk kali pertama sejak 2010, tambah Destatis, penerimaan negara turun year-on-year (yoy), sedangkan belanja pemerintah melonjak 9,3% untuk menopang perekonomian.

Pekan lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Olaf Scholz mengatakan, bahwa Jerman akan menambah utang lebih banyuak pada 2021 untuk mengurangi dampak pandemi. Langkah ini memaksa Pemerintah Jerman untuk menangguhkan kebijakannya yang sangat menjaga ketat keseimbangan anggaran.

Scholz sebelumnya menyebutkan, Jerman berencana meminjam sekitar 218 miliar euro pada 2020 untuk membantu membiayai paket penyelamatan besar-besaran guna mengarahkan Jerman melalui penurunan yang disebabkan oleh virus corona.

Destatis kemudian merevisi naik perkiraan PDB Kuartal II- 2020 dan menunjukkan kontraksi 9,7%, lebih baik dari penurunan 10,1% yang dilaporkan sebelumnya.

Menurut badan statistik, angka ini masih menjadi penurunan paling tajam sejak penghitungan PDB triwulanan Jerman dimulai pada 1970, atau lebih buruk dibandingkan puncak kehancuran finansial di mana tingkat PDB turun 4,7% pada Kuartal I-2009.

Menuju Pemulihan

Laju ekonomi Jerman sendiri diperkirakan mengalami pemulihan tajam pada Kuartal III-2020, setelah aturan pembatasan terkait pandemi Covid-19 dilonggarkan sehingga memungkinkan aktivitas ekonomi dan kehidupan publik dapat dilanjutkan.

Hasil survei secara terpisah menemukan, tingkat moral bisnis meningkat lagi pada Agustus untuk bulan keempat berturut-turut. Menurut institut Ifo, barometer bulanan naik dari 90,4 poin pada Juli menjadi 92,6 poin.

“Ekonomi Jerman sedang menuju pemulihan,” pungkas Presiden Ifo Clemens Fuest, dikutip oleh AFP.

Indeks terjun ke rekor terendah pada April karena aturan pembatasan virus corona di Jerman memaksa pabrik, restoran, dan toko tutup, sebelum rebound pada bulan berikutnya karena kegiatan ekonomi secara bertahap dibuka kembali.

“Indeks Ifo hari ini menjaga harapan kurva rebound berbentuk V tetap hidup. Namun, fakta bahwa rebound belum tentu sama dengan pemulihan akan menjadi tema utama dalam beberapa bulan mendatang,” kata ekonom ING Carsten Brzeski.

Rencana Pajak Digital

Di samping itu, Menkeu Scholz juga mengaku cukup yakin mengenai cetak biru untuk pajak raksasa digital, yang dapat disepakati di tingkat internasional pada akhir tahun ini.

Pada Januari, sebanyak 137 negara setuju merundingkan kesepakatan tentang bagaimana memajaki perusahaan multinasional teknologi pada akhir 2020 di bawah naungan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang berbasis di Paris, Prancis.

Namun, pembicaraan untuk menghasilkan sistem pajak global baru di OECD mendapat tentangan dari Amerika Serikat (AS).

Scholz mengatakan bahwa Jerman – yang saat ini memegang jabatan presiden bergilir Uni Eropa (UE) – terus mendorong kesepakatan tentang pajak digital, serta pajak minimum dalam beberapa bulan ke depan.

“Saat ini saya cukup yakin bahwa kami secara internasional dapat menyetujui cetak biru untuk kedua masalah ini,” katanya kepada wartawan setelah pertemuan tahunan dengan rekan-rekannya dari sesama negara Eropa lain yang berbahasa Jerman.

Menurut negara-negara besar Uni Eropa, GAFA – yang merupakan akronim dari Google, Apple, Facebook dan Amazon – telah secara tidak adil mengeksploitasi peraturan pajak yang memungkinkan mereka mengumumkan keuntungan di surga pajak rendah, merampas bagian pemerintah yang adil dari pendapatan mereka.

Prancis, Inggris, Spanyol, Italia, dan lainnya dilaporkan telah memberlakukan pajak pada perusahaan-perusahaan digital terbesar.

Para pejabat AS pun mengecam langkah ini sebagai tindakan diskriminasi terhadap perusahaan Amerika, dan mengatakan setiap pungutan baru seharusnya muncul sebagai bagian dari perombakan yang lebih luas dari peraturan pajak internasional.

Sumber: Investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only