JAKARTA. Penerimaan cukai hingga Agustus 2020 masih mencatatkan hasil positif ketimbang pajak yang mengalami kontraksi. Di periode tersebut, Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat penerimaan cukai mencapai Rp 97,71 triliun atau 56,74% dari target tahun ini. Penerimaan cukai yang terdiri cukai hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol dan etil alkohol tumbuh 4,93% dibandingkan Agustus 2019.
Penerimaan cukai terbesar masih dari cukai hasil tembakau yang hingga 31 Agustus 2020 terkumpul Rp 94,39 triliun, atau tumbuh 6,09% year on year. Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Hubungan Masyarakat (Humas) Direktorat Jenderal Bea Cukai Haryo Limanseto menjelaskan, penerimaan cukai rokok yang masih tumbuh ini disebabkan adanya penundaan pembayaran cukai untuk pabrik atau importir barang kena cukai yang melunasi pita cukai.
“Jadi ada penundaan cukai oleh pabrik atau pengusaha di tahun 2019 yang di bayar di awal tahun 2020,” jelas Haryo, Minggu (27/9).
Penundaan pembayaran pun berlangsung untuk tahun ini. Yakni dari sebelumnya 60 hari menjadi 90 hari. Khususnya untuk pemesanan pita cukai di periode 9 April-9 Juli 2020. Namun setelah periode tersebut, sudah tidak ada alagi penundaan pembayaran pita cukai.
Untuk bisa mencapai target cukai tahun ini dan meningkatkan penerimaan cukai tahun depan. Direktorat Bea dan Cukai akan berupaya meningkatkan pemberantasan produk tembakau ilegal. Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, hingga akhir Agustus 2020 pemberantasan produk tembakau ilegal mencapai 5.609 tindakan. Jumlah volume mencapai 273,34 juta batang dengan total nilai barang mencapai Rp 260,70 miliar.
Pemerintah berharap, dengan berkurangnya peredaran rokok ilegal, maka produsen rokok resmi bisa mengisi pasar yang berkurang karena sebelumnya diisi oleh peredaran rokok ilegal. “Ini strategi utama kami pada tahun ini dan tahun depan,” tutur nya.
Piter Abdullah, Ekonom CORE menilai instrument cukai seharusnya tidak ditujukan untuk meningkatkan penerimaan APBN. Karena tujuan utama dari instrument cukai itu adalah untuk pengendalian konsumsi.
“Cukai tidak bisa dijadikan alat untuk menggenjot penerimaan negara,” kata Piter, Minggu (27/9).
Pengamat Pajak DDTC, Darussalam juga sependapat dengan Piter, jika ingin menambah penerimaan dari sektor cukai di Indonesia maka harus memperluas objek penarikan cukai, bukan hanya menaikkan tarif cukai pada satu komoditas. Misalnya menerapkan cukai untuk plastik minuman berpemanis, dan kendaraan bermotor.
Sumber: Harian Kontan
Leave a Reply