Anak Buah Sri Mulyani: Orang Tidak Bayar Pajak Punya Bekingan

JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan persoalan tax ratio atau rasio pajak Indonesia yang sudah sejak 2019 tidak pernah bisa mencapai double digit. Salah satu alasannya karena, ada beberapa wajib pajak yang tidak patuh membayar, dan diduga memiliki bekingan atau sokongan dari pihak-pihak tertentu.

Tax Ratio atau rasio pajak Indonesia selalu mengalami volatilitas. Sejak 2018, tax ratio Indonesia selalu turun dan belum pernah kembali menjadi double digit. Titik terendahnya sebesar 9,76% terhadap PDB pada 2019.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan rasio pajak pada 2020 sebesar 7,90% dari PDB. Sementara pada 2021, berdasarkan data APBN 2021, rasio pajak dipatok hanya 8,18%.

Staf Khusus Bidang Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan penyebab rendahnya rasio pajak, dikarenakan berbagai hal.

“Rasio pajak yang rendah itu karena penyebutnya lebih besar atau PDB, tapi tumbuh lebih cepat dari penerimaan pajak. Jika yang tumbuh lebih cepat, (biasanya berasal) dari sektor sifatnya underground, black market, ilegal,” jelas Yustinus dalam bincang live di instagram @bkfkemenkeu, Jumat (15/1/2021).

Pengumpulan pajak yang berasal dari hal-hal ilegal yang disebutkan Yustinus tersebut adalah kewenangan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Kata Yustinus keduanya memiliki keterbatasan untuk mengejar pajak dari sektor tersebut.

“Dirjen pajak dan Bea Cukai, dengan segala keterbatasan untuk mengejar underground, ilegal itu tidak mudah, jadi perlu sinergi, koordinasi sinergi dengan banyak pihak,” kata Yustinus melanjutkan.

Kemudian alasan lain kenapa rasio pajak rendah, karena beberapa wajib pajak yang tidak patuh. Padahal, kata Yustinus DJP dan DJBC sudah terus memperbaiki regulasi dan perbaikan administrasi.

Dari catatan Yustinus, 40 juta wajib pajak sebagian besar yang patuh hanya berasal dari karyawan, karena telah secara otomatis telah terpotong saat menerima gaji. Dalam menyadarkan masyarakat membayar pajak, kata Yustinus tidak bisa dipaksa, dan sifatnya harus persuasif.

Terakhir, kata Yustinus, penyebab rasio pajak Indonesia rendah karena banyak masyarakat yang melakukan avoidance atau menghindari pajak. Yustinus bahkan menduga, mereka yang menghindari pajak kemungkinan punya bekingan.

“Kalau kapal masih ada yang bolong-bolong, dimanfaatkan lah itu, untuk tidak bayar pajak, entah mungkin punya beking, merasa ada yang melindungi saya kok, gak bakal berani petugas pajak menyentuh saya, melindungi saya,” jelas Yustinus.

“Entah punya tax planning yang bagus, sehingga bisa menggeser ke luar negeri, jadi tidak bisa dijangkau, atau karena memang gak mau bayar pajak saja. Jadi kesadaran itu penting,” kata Yustinus.

Sumber: Cnbcindonesia.com, Jumat 15 Jan 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only