Obral Diskon PPnBM Kendaraan Mulai Disoal

Porsi sektor otomotif terhadap produk domestik bruto Indonesia hanya sekitar 4%

JAKARTA. Insentif diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil baru mulai memacu pro kontra. Ini menyusul belum terang penjelasan detail manfaat dan mudarat aturan ini.

Kementerian Perindustrian memang getol mengusulkan insentif ini beberapa waktu yang lalu. Namun, saat itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak merestui usulan itu. Pertimbangan Menkeu, saat pandemi Covid-19 lebih fair bila stimulus fiskal bisa dinikmati seluruh dunia usaha yang terkena dampak. “Kami tidak memberikan insentif di satu sisi, tapi memberatkan ekonomi di sisi yang lain,” kata Menkeu, Oktober 2020.

Namun Kamis (11/2) pekan lalu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan, pemerintah akan memberikan insentif diskon PPnBM mobil untuk mobil sedan 4×2 kurang dari 1.500 cc selama sembilan bulan.

Insentif berlaku tiga tahap. Pertama, 1 Maret-1 Juni 2021 dengan diskon PPnBM 100%. Kedua, potongan PPnBM 50% pada 2 Juni-1 September 2021. Ketiga, diskon PPnBM 30% 2 September-1 Desember 2021. Targetnya, ini bisa bisa mendongkrak penjualan mobil jelang Lebaran Mei 2021.

Airlangga menyebut, insentif ini bertujuan mendorong pertumbuhan industri manufaktur karena berkontribusi 19,88% terhadap produk domestik bruto (PDB). Dia berharap, insentif ini bisa meningkatkan 10,9% produksi mobil menjadi 81.752 unit sebulan. Sebagai gambaran, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menargetkan produksi tahun ini sebanyak 750.000 unit atau 62.500 per bulan..

Dampak minim

Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemperin bilang, kenaikan produksi mobil mendorong industri ban, kaca, baja, elektronik dan tekstil. “Local purcase material dan jasa di dalam negeri dan populasi share market mendekati 40% dari data empiris,” kata dia ke KONTAN, Senin (15/2).

Namun, Ekonom Senior Institur for Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, efek insentif fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi akan minim lantaran kontribusi sektor otomotif terhadap produk domestik bruto (PDB) kecil.

Bagi Enny, pertumbuhan sektor otomotif mencerminkan leading indicator barang-barang sekunder sehingga tak memiliki multiplier effect besar untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. “Ini menstimulus konsumsi masyarakat mana? Seharusnya pemerintah fokus ke perlindungan sosial,” tandas Enny.

Ekonom Universitas Indonesia Teuku Riefky juga meragukan efek insentif PPnBM kendaraan ini terhadap perekonomian. Meski harga mobil menjadi murah daya beli masyarakat masih lesu. “Belum ada permintaan besar akibat pandemi Covid-19 yang masih berlangsung,” katanya.

Tapi Ekonom BCA David Sumual yakin insentif ini berdampak positif ke ekonomi. Meski kontribusi industri otomotif terhadap PDB hanya 4%, sektor otomotif punya multiplier effect besar ke ekonomi, selain sektor properti.

Sumber: Harian Kontan, Selasa 16 Feb 2021 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only