Parlemen Tak Satu Suara dalam Tax Amnesty II

Sebagian Fraksi di DPR soroti prinsip keadilan, jadi jalan pintas negara dan tak efektif

JAKARTA. Pemerintah dan DPR segera membahas aturan pengampunan pajak atau tax amnesty (jilid II). Rencananya, aturan terkait pengampunan pajak itu termasuk dalam materi di revisi Undang-Undang (UU) 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) dan diharapkan menjadi program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021.

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Mukhammad Misbakhun memberikan dukungan atas inisiatif kebijakan tax amnesty jilid II. Misbakhun meyakini adanya tax amnesty jilid II akan memberikan dampak yang sangat bagus untuk pemulihan dunia usaha selama menghadapi pandemi Covid-19.

Selain itu, tax amnesty melibatkan pihak yang lebih besar karena masih banyak pengusaha yang masih ragu sehingga tidak ikut tax amnesty jilid pada 2016-2017 lalu, pasti akan ikut serta di tax amnesty jilid II.

“Saya punya keyakinan tax amnesty jilid II adalah big bang tax insensitive bagi dunia usaha dan para pengusaha untuk pulih keluar dari resesi pasca pukulan yang berat akibat pandemi,” kata Misbakhun, Kamis (20/5).

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya mengatakan, tax amnesty Jilid II saat ini masih berupa usulan yang berada di dalam paket reformasi perpajakan, RUU KUP tentu pembahasannya sangat dinamis.

“Kalau tujuan dari tax amnesty seprti diungkapkan Menteri Keuangan untuk menggaet dana besar dari orang kaya Indonesia saya kira hal ini tidak ada masalah,” ujar Willy, Rabu (20/5).

Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra Kamrussamad bilang rencana tax amnesty jilid II ini merupakan jalan pintas yang belum tentu memberikan solusi tepat dalam penerimaan negara.

“Ini karena pengalaman tax amnesty pertama tahun 2016-2017 saat ekonomi tumbuh positif tapi kenyataannya gagal mencapai target,” ujar Kamrussamad, Kamis (20/5).

Lebih lanjut, Kamrussamad juga mengatakan bahwa kegagalan tax amnesty pertama bisa dilihat dari dampaknya pada rasio penerimaan pajak tahun berikutnya, dimana di 2017 justru mengalami penurunan menjadi 9,89% dari 2016 yang sebesar 10,36%.

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS Anis Byarwati kemudian mengingatkan, jangan sampai adanya tax amnesty jilid II ini membuat rakyat tercederai rasa keadilannya.

“Sebagaimana ini pernah terjadi pada tahun 2016 lalu, mayoritas masyarakat yang patuh membayar pajak merasa seolah diabaikan dengan kebijakan tax amnesty,” ujar Anis, Kamis (20/5).

Menurut Anis, pembayar pajak yang patuh tersebut akan kecewa karena mereka tidak akan diuntungkan dari kebijakan ini. Malah, ini akan membawa risiko ke depannya menurunkan kepatuhan pembayar pajak di masa depan.

Anggota DPR RI dari Fraksi PKB sekaligus Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza meragukan wacana tax amnesty jilid II tersebut akan berhasil. “Saya ragu akan berhasil. Bisa bernasib sama dengan yang pertama,” katanya, (20/5).

Anggota Komisi XI sekaligus Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah sependapat dirinya menolak adanya rencana tax amnesty jilid II. Sebab seharusnya tax amnesty dilakukan sekali seumur hidup

Sementara, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjungan Andreas Eddy mengatakan pemerintah perlu meninjau ulang latar belakang dan tujuan menggelar pengampunan pajak. Andreas meminta konsepnya berbeda dengan tax amnesty lima tahun lalu.

Pajak bisa berbekal data yang dihimpun dari Authomatic Exchange of Information (AEoI), untuk memetakan kepatuhan pajak para peserta tax amnesty pertama untuk mendata aset mereka.

Sumber: Harian Kontan, Jumat 21 Mei 2021 hal 14

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only