Perusahaan Rokok Besar Menikmati Insentif Cukai

JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) memberikan insentif berupa penundaan pelunasan pita cukai kepada pabrikan rokok sejak 1 Juli 2021. Setidaknya, 10 pabrikan rokok besar, seperti PT Gudang Garam, Tbk, PT HM Sampoerna, Tbk, hingga PT Djarum, dinilai paling menikmati insentif fiskal tersebut.

Sebagai insentif penundaan pelunasan pita cukai, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 93/PMK.04/ 2021 tentang Penundaan Pembayaran Cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai.

Beleid tersebut memberikan relaksasi pelunasan pembayaran pita cukai yang awalnya 60 hari menjadi 90 hari. Aturan ini berlaku untuk pabrikan rokok yang memesan pita cukai pada periode 9 April 2021 hingga 9 Juli 2021.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kemkeu yang diperoleh KONTAN, hingga dengan 25 Agustus 2021, terdapat 87 pabrik rokok yang memanfaatkan relaksasi pelunasan pita cukai dengan nilai total sebesar Rp 43,23 triliun, setara dengan 34,5% dari total penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp 125,28 triliun pada periode tersebut.

Dari 87 pabrik, ada 10 perusahaan dengan pemanfaatan insentif cukai rokok terbesar. Antara lain, PT Gudang Garam, Tbk sebesar Rp 17,46 triliun, PT HM Sampoerna, Tbk Rp 12,38 triliun, dan PT Djarum Rp 6,23 triliun.

Ada juga PT Cakra Guna Cipta, PT Sukun, PT Merapi Agung Lestari, PT Gelora Djaja, PT Nojorono Tobacco International, PT Karya Timur Prima, dan pabrikan lainnya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kemkeu Askolani pernah menjelaskan, terbitnya PMK 93/2021 merupakan bentuk tindakan responsif pemerintah dalam menindaklanjuti aspirasi asosiasi pengusaha pabrik hasil tembakau. Mereka mengajukan permohonan pemberian relaksasi pembayaran cukai.

“Sehingga kebijakan tersebut dapat membantu relaksasi cash flow para pengusaha sampai dengan bulan Oktober nanti,” kata Askolani beberapa waktu lalu.

Ditjen Bea Cukai menaksir, pemberian insentif pelunasan pita cukai hingga Oktober nanti mencapai Rp 71 triliun. Artinya, masih ada sekitar Rp 27,8 triliun nilai insentif dalam PMK 93/2021 yang bisa digunakan oleh pabrik rokok.

Dampak ke penerimaan

Adapun insentif tersebut telah berdampak terhadap penerimaan cukai hingga akhir Juli 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan, realisasi penerimaan cukai dalam tujuh bulan di tahun ini hanya mampu tumbuh 18,4% year on year (yoy). Padahal, sampai akhir Juni lalu, penerimaan cukai tumbuh 21,4% yoy.

Sementara itu, realisasi penerimaan CHT sepanjang Januari-Juli 2021 sebesar Rp 104,54 triliun. Angka tersebut setara dengan 58,08% terhadap target akhir 2021 sejumlah Rp 180 triliun.

“Namun produksi hasil tembakau hanya tumbuh 2,8% year to date (ytd). Kalau dari sisi produksi tidak setinggi kenaikan peneriman cukainya. Tarif rata-rata tertimbang hanya tumbuh 10,4% ytd, ini lebih rendah dari tarif normatif yang 12,5%,” kata Menkeu.

Menurut Sri Mulyani, artinya perusahaan rokok menjual di bawah dari harga banderolnya. Di sisi lain, adanya kenaikan cukai rokok 2021 tetap mampu mendorong penerimaan bea cukai untuk tumbuh positif.

Pihaknya optimistis, insentif tersebut tidak akan mempengaruhi penerimaan cukai akhir tahun. Sebab, insentif itu hanya berupa penundaan, bukan relaksasi pelunasan.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan berharap insentif ini diperpanjang hingga tahun depan. Sebab, sampai saat ini Industri hasil tembakau masih terpuruk dengan maraknya rokok ilegal yang menyebar di pasaran.

Selain itu, permintaan masyarakat terhadap rokok juga sedang menyusut akibat pembatasan mobilitas.

Sumber: Harian Kontan, Rabu 01 September 2021 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only