Jakarta, CNBC Indonesia – Kondisi kelebihan pasokan kapasitas produksi atau over supply kapasitas pada industri semen diperkirakan masih berlanjut paling tidak sampai 2030 mendatang. Hal ini membuat kondisi industri tidak kondusif dimana banyak produk semen yang tidak terserap oleh pasar.
Hal ini diperparah dengan adanya penerbitan izin pabrik semen baru di Kalimantan Timur, yang membuat ceruk pasar yang saat ini diisi oleh 15 produsen semen, harus dibagi lagi dengan pemain baru. Walaupun dari komitmennya pemain baru ini tidak akan menjual sebagian besar produksi semen ke dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia Widodo Santoso dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV, pada akhir pekan lalu, menjelaskan beberapa masalah industri semen saat ini di dalam negeri, yang bila tak ditangani akan berdampak pada soal keberlanjutan industri semen di Tanah Air.
Tidak Diperlukan Lagi Pembangunan Pabrik Baru di Tanah Air
Widodo menegaskan tidak diperlukan lagi pembangunan pabrik baru di tanah air. Menurutnya, kondisi pasar yang sudah over supply kapasitas sejak 2016 lalu ini masih akan terjadi hingga 2030.
“Kami mohon dibatalkan (izin pabrik semen baru), karena kalau dibangun dengan kondisi saat ini berat juga,” jelasnya.
Paling tidak dari hitungannya proyeksi industri pada 2025, masih kelebihan pasokan 27 – 30 juta ton. Dengan asumsi pertumbuhan konsumsi 4% setiap tahun, sehingga tingkat utilisasi pabrikan masih di kisaran 76%.
Menurut Widodo kondisi kelebihan pasokan ini terjadi di berbagai pulau di Indonesia. Paling tinggi pulau Jawa, sementara di Kalimantan yang akan ketambahan pabrik baru itu, sudah kelebihan pasokan mencapai 6,4 juta ton. Dimana produksi hanya 10,3 juta ton dan konsumsi hanya 3,9 juta ton.
Sementara untuk ekspor, sendiri menurut Widodo bukan seperti membalikkan tangan, melihat banyaknya stok semen yang sulit dijual pada pasar luar negeri. Selain itu, pesaing Indonesia cukup berat dari Vietnam dan Thailand. Sehingga butuh pengawasan yang lebih ketat supaya produksi semen dari pabrikan baru itu sesuai komitmennya untuk mayoritas ekspor dan tidak bocor ke pasar domestik.
Terkendala Kenaikan Batu Bara, Pengusaha Minta Harga Khusus
Tidak hanya persoalan kelebihan pasokan, tapi biaya produksi semen juga tengah membengkak akibat adanya kenaikan harga batu bara yang mencapai 200%. Batu bara ini digunakan sebagai material pembuatan semen hingga proses pembakaran.
“Di samping over supply, kami kena masalah kenaikan harga batubara 20% dari US$ 60 per ton menjadi US$ 160 per ton, padahal semen butuh batu bara,” jelasnya.
Menurutnya jika tidak dibantu oleh pemerintah target, maka ongkos produksi meningkat sehingga menurunkan daya saing dengan produk semen negara lain.
“Jadi kalau dia naik kita angkat tangan. Yang bahaya kalau ekspor ini bisa tertutup karena harga batu bara tinggi, biaya produksi naik US$ 5 – 6 dollar, itu bahaya, nggak akan ekspor kita,” jelasnya.
Dia pun mengusulkan pemerintah membantu dengan pengamanan pasok bahan bakar batu bara bagi industri strategis, seperti semen sesuai domestic market obligation (DMO), dan mendapat harga khusus seperti PLN.
Penghapusan Rencana Penerapan Pajak Karbon yang akan Membebani Pabrik Semen
Masalah industri semen belum berhenti di situ. Menurut Widodo rencana pengenaan pajak karbon juga menjadi masalah membuat biaya produksi meningkat.
Dimana dalam proses produksi semen membakar batu kapur yang mengeluarkan banyak Co2. Untuk 1 ton produk semen dibutuhkan paling tidak 1,1 ton batu kapur, dan hasil Co2 yang dikeluarkan sekitar 400 kg.
“Ini nggak bisa diapa-apakan karena nggak ada penggantinya batu kapur. Ditambah lagi batubara juga, dari studi 1 ton semen itu sekitar 650 – 700 kg Co2 yang dikeluarkan. Kalau 1 kg di pajak US$ 5, itu ekspor hilang,” kata Widodo.
Widodo juga mengusulkan industri semen tidak dibebani penerapan pajak karbon karena membuat mahal biaya produksi, namun diusulkan diganti menjadi carbon trading atau perdagangan karbon.
Peningkatan Anggaran Pemerintah Untuk Pembangunan Infrastruktur dan Properti
Widodo berharap program infrastruktur dan perumahan pemerintah ditambah dan lancar. Imbasnya permintaan semen di dalam negeri juga akan terus meningkat di tengah kondisi over kapasitas produksi.
“Kami harap program infrastruktur dan perumahan pemerintah lancar, jadi teman – teman bisa mendistribusikan semen dan tidak menderita. Empat tahun ini hanya utilisasi 50% – 70%. Semoga industri semen tetap berkelanjutan dan ada pemecahan masalah ini oleh pemerintah,” katanya.
Sumber: CNBC Indonesia, Senin 6 September 2021
Leave a Reply