Pengusaha Meminta Tambahan Insentif ke Presiden

JAKARTA – Para pengusaha dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta, Rabu (8/9), meminta tambahan insentif fiskal, salah satunya pajak penghasilan (PPh). Permintaan itu disampaikan dengan harapan agar beban yang mereka tanggung selama pandemi sedikit berkurang, sehingga mereka bisa bertahan dan usahanya perlahan-lahan pulih.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang turut mendampingi Presiden saat menerima beberapa asosiasi pengusaha mengatakan pemerintah sebelumnya sudah memberikan insentif berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah.

“Sektor ritel masih meminta beberapa fasilitas lain terkait PPh, salah satunya royalti musik yang diputar di gerai ritel,” kata Airlangga.

Presiden, kata Menko, meminta agar permintaan para pengusaha dibahas dengan menteri teknis, khususnya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Kepala Negara dalam kesempatan itu meminta para pelaku usaha tetap optimistis di tengah kondisi pandemi Covid-19.

“Presiden berharap pada para pengusaha terus semangat untuk melakukan peningkatan usahanya,” kata Airlangga.

Apalagi, saat ini merupakan momentum memulihkan ekonomi setelah pada kuartal kedua lalu mampu tumbuh 7,07 persen. Selain itu, penularan Covid-19 di Indonesia pun sudah melandai seiring dengan cakupan vaksinasi yang semakin meluas.

“Kita mendorong para pengusaha untuk terus meningkatkan kegiatan ekonominya sehingga angka pengangguran bisa kita turunkan,” kata Airlangga.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, mendukung pemerintah untuk melanjutkan proses pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Penajam, Kalimantan Timur.

Menurut Arsjad, IKN baru bagi Indonesia pada 2045 dapat menjadi simbol Indonesia Maju.

“Kami mendukung Ibu Kota ini sebagai simbol di Indonesia pada 2045, yaitu Indonesia yang baru, yang asri,” kata Arsjad.

Selain membicarakan IKN, Kadin juga menyampaikan beberapa usulan untuk pemberian insentif modal kerja di masa pandemi Covid-19. Modal kerja, kata Arsjad, perlu menyentuh dunia usaha di segala level, baik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) maupun usaha besar.

Seleksi Ketat

Guru Besar Ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan jika pemerintah memberi insentif fiskal tambahan PPh, harus ada seleksi ketat. Pengusaha yang benar-benar terdampak yang diberi prioritas mendapat keringanan itu.

“Ada juga bisnis yang mendapat berkah di masa pandemi seperti perusahaan farmasi, jadi insentif tetap terukur bagi dunia usaha yang betul-betul butuh agar bisa bangkit,” kata Wibisono.

Dihubungi terpisah, Dewan Penasihat Kadin DIY, Tazbir, mengatakan pemberian insentif fiskal dari pemerintah dalam bentuk keringanan pajak kepada para pengusaha harus memiliki sifat keadilan sekaligus di saat yang sama efektif untuk menggerakkan ekonomi.

Di lingkup Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saja ada beberapa kategori pengusaha dan segmen bisnis yang masing-masing harus mendapat bantuan berupa keringanan fiskal, namun sampai hari ini juga belum mendapatkannya.

“Contohnya pelaku wisata di DIY, kan penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD), tapi insentif untuk mereka juga belum ada. Di sisi lain, secara serapan kerja ada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang juga perlu bantuan. Jadi, ini harus adil sekaligus efektif untuk menggerakkan ekonomi lagi,” papar Tazbir.

Di sisi lain, pemerintah memiliki keterbatasan karena terlihat Menkeu justru ingin menaikkan serapan pajak, padahal Menko Perekonomian menginginkan sebaliknya. Menurut Tazbir, yang paling penting adalah aneka kebijakan, baik fiskal maupun peraturan-peraturan selama era pandemi ini harus didirigen dengan baik dan detail.

“Pandemi masih belum tahu selesai kapan. Kebijakan jangan tumpang tindih, dirigen harus kuat, itu kuncinya,” kata Tazbir.

Sumber: Koran Jakarta, Kamis 9 September 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only