JAKARTA. Rencana pemerintah memberikan pengampunan pajak nampaknya terus berjalan. Ini nampak jelas dalam Rancangan undang Undang Ketentuan umum Perpajakan (RUU KUP) yang masih dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan informasi yang diterima KONTAN, program pengampunan pajak akan digelar mulai awal Januari 2022. Program ini, akan berlangsung selama enam bulan atau sampai akhir Juni 2022. Program ini dilakukan, pasca pembahasan RUU KUP selesai yang targetnya selesai tahun ini dan dan berlaku tahun depan.
Meski begitu, pemerintah akan menimbang pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Jika memberatkan, program pengampunan pajak berpotensi molor pelaksanaannya yakni awal tahun 2023.
RUU KUP yang kini dalam pembahasan di DPR memasuki penyerahan daftar inventarisasi masalah atau DIM. Anggota Komisi XI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Said Abdullah kepada KONTAN menyatakan Penyerahan DIM masih menunggu rapat kerja bersama pemerintah yang dijadwalkan 13 September nanti .
Namun, jika merujuk RUU KUP, program ini berlaku khusus untuk wajib pajak (WP) yang belum mengikuti program Tax Amnesty 2016-2017 lalu.
Ada dua skema program pengampunan pajak yang akan dijalankan. Pertama, pengungkapan aset hingga 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan oleh (WP) peserta Tax Amnesty tahun 2015-2016. Ini tertuang di pasal 37 B-37 D RUU KUP.
Alumni Tax Amnesty 2015-2016 itu akan dikenai pajak penghasilan (PPh) final 15% atas nilai aset yang belum diungkapkannya. Namun, jika aset tersebut diinvestasikan ke dalam surat berharga negara (SBN) yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka berlaku tarif PPh final sebesar 12,5%.
Namun, bagi wajib pajak yang telah mengikuti Tax Amnesty 2015-2016 tapi tidak atau gagal menginvestasikan asetnya dalam surat utang negara, mereka dikenai tambahan PPh final 3,5% jika mengungkapkan sendiri kegagalan investasi di SBN.
Namun, jika Direktorat Jen deral Pajak yang menemukannya, WP bersangkutan harus membayar tambahan PPh final 5% dari SBN yang gagal diinvestasikan.
Kedua, pengungkapan aset bagi WP perorangan yang diperoleh pada 2016-2019 dan masih dimiliki hingga 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2019. Dalam rencana program pengampunan pajak, WP tersebut akan dikenakan PPh Final sebesar 30% dari nilai aset, atau 20% dari nilai aset jika diinvestasikan SBN yang ditentukan pemerintah.
Jika WP perorangan gagal menginvestasikan di SBN, pemerintah menetapkan tarif 12,5% dari nilai aset jika mengungkapkan sendiri kegagalan investasi di SBN itu. Sementara, WP harus membayar dengan tarif 15% dari nilai aset SBN jika ditetapkan atau ditemukan oleh pemeriksa Direktorat Jenderal Pajak.
Anggota Komisi XI Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun masih enggan menjelaskan target pembahasan dan implementasi rencana kebijakan pengampunan pajak tersebut. “Kalau soal target dan sasaran pemerintah yang bisa menjawab,” tandasnya.
Ketua Bidang Ekonomi Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira berharap, program ini bisa memberikan manfaat bagi penerimaan negara. Apalagi, kondisi pandemi Covid-19 yang membuat pundi-pundi negara terkuras dan pendapatan negara sedang minim.
Ia melihat, kebijakan ini bisa memperluas jumlah WP sehingga meningkatkan basis pajak. “Inilah nantinya yang berpotensi meningkatkan pendapatan negara,” kata Anggawira kepada KONTAN, kemarin.
Namun, dirinya tetap meminta agar pemerintah lebih terbuka dengan memberikan penjelasan yang lebih detil dan komprehensif terkait mekanisme kebijakan ini. Khususnya, kapan dan apa target sasaran pemerintah.
Sumber: Harian Kontan Kamis 09 Sept 2021 hal 1
Leave a Reply