Pemerintah Indonesia Didorong Realisasikan Pajak Karbon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah didorong untuk segera merealisasikan penerapan nilai ekonomi karbon untuk menjaga daya saing industri Indonesia di dunia.

Dorongan tersebut muncul dalam podcast bertajuk Pro dan Kontra RUU KUP Pajak Karbon Untuk Indonesia” yang diselenggarakan Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI), Sabtu (11/9/21).

Podcast PCJI diselenggarakan dua sesi melibatkan panelis Paul Butar Butar selaku Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Kepala Seksi Industri Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Joko Tri Haryanto, Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, dan Dicky Edwin Hindarto dalam kapasitas konsultan energi.

Pendiri PJCI Eddie Widiono memaparkan, pasar dunia saat ini sudah bergerak dalam pengembangan ekonomi rendah karbon di segala lini.

“Tidak berhenti pada pasar domestik masing-masing negara, pergerakan ekonomi rendah karbon juga sudah mulai menjadi pertimbangan dalam hubungan perdagangan bilateral dan multilateral,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Ahad (12/9).

Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Paul Butar Butar mengamini penundaan atas pengenaan nilai ekonomi karbon akan berdampak negatif terhadap daya saing industri Indonesia di pasar dunia.

“Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di sektor ketenagalistrikan serta inisiatif-inisiati rendah karbon yang digunakan di industri-industri lain merupakan contoh nyata pergerakan menuju ekonomi rendah karbon,” ujarnya.

Sependapat, Kepala Seksi Industri Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Joko Tri Haryanto. Menggunakan prinsip yang serupa, Amerika Serikat disebutkan memulai pembahasan pertaturan Carbon Border Adjustment yang rencanya diterapkan mulai 2024.

Eddie Widiono juga kembali menegaskan pentingnya nilai ekonomi karbon bagi daya saing Indonesia dan Indonesia tidak memiliki keleluasaan untuk menunda penerapan nilai ekonomi karbon.

Konsep daya saing sebuah negara di pasar global saat ini mengalami pergeseran, dimana daya saing tidak melulu ditentukan oleh kualitas atau harga dari barang dan jasa, tetapi sudah memperhitungkan biaya eksternalitas yang ditimbulkan dari jejak emisi karbon barang dan jasa tersebut.

“Menunda penerapan nilai ekonomi karbon dengan tujuan menjaga daya saing Indonesia sebenarnya kontraproduktif dalam kerangka berpikir daya saing global saat ini,” tegasnya.

Sumber: republika.co.id, Senin 13 September 2021

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only