Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaksanakan serangkaian kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait rencana revisi undang-undang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) dalam beberapa waktu terakhir.
FGD dilakukan dengan berbagai kalangan , baik akademisi, pakar hingga kalangan dunia usaha dan pemuka organisasi sosial dan keagamaan.
Demikianlah diungkapkan Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI dan DPD RI, Senin (13/9/2021).
“Dengan disampaikannya RUU KUP ini ke DPR pada awal Mei 2021 kemarin, maka dapat dipahami bahwa substansi yang terkandung tentu akan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat dan dunia usaha. Pemerintah memahami bahwa aspirasi masyarakat harus didengar dan menjadi pertimbangan penting untuk dalam pembahasan RUU KUP di DPR,” kata Sri Mulyani.
Berikut rangkuman masukan dari berbagai lapisan masyarakat:
- Judul RUU yang perlu disesuaikan dengan muatan isi yang tidak hanya mengatur ketentuan formal, tetapi juga ketentuan material yaitu Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Cukai, dan Pajak Karbon.
- Program peningkatan kepatuhan Wajib Pajak yang memerlukan penguatan penegakan hukum pasca implementasinya, potensi terjadinya moral hazzard karena dipersepsikan tax amnesty yang berulang, serta besaran tarif yang diharapkan memang tidak lebih rendah dari tarif tax amnesty.
- Alternatif Minimum Tax (AMT) memerlukan kehati-hatian dalam penerapannya agar tidak eksesif, dan hanya diterapkan untuk jenis bisnis tertentu atau perusahaan besar yang mengakui rugi artifisial (upaya penghindaran pajak), dan tidak diterapkan terhadap perusahaan yang profit marginnya rendah atau tidak memiliki profit karena ekspansi bisnis.
- Penerapan multi tarif PPN harus mempertimbangkan aspek kesederhanaan dan tidak meningkatkan cost of compliance, serta perlu mempertimbangkan waktu yang tepat untuk kenaikan tarif menjadi 12%.
- Pengenaan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan dan jasa pendidikan harus diperjelas pengaturannya serta tidak membebani masyarakat berpenghasilan rendah, terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini.
- Perlunya perluasan lebih lanjut atas obyek cukai seperti minuman berkarbonat, plastik dan BBM, dan memperjelas jenis dan skema pengenaan cukai atas produk plastik yang diusulkan dalam RUU ini.
- Penerapan Pajak Karbon perlu disinkronkan dengan carbon trading sebagai bagian dari roadmap green economy, harmonisasi dengan pajak berbasis emisi karbon seperti pajak bahan bakar dan skema PPnBM kendaraan bermotor, perlu memperhitungkan dampaknya terhadap industri dan ekonomi dengan timing dan roadmap yang jelas.
“Pemerintah sangat mengapresiasi seluruh masukan dan secara serius mendengarkan, membahas, serta mempelajarinya untuk menyempurnakan substansi yang telah diusulkan dalam RUU KUP, dan akan menjadi bahan pertimbangan yang penting dalam pembahasan dengan DPR,” papar Sri Mulyani.
Sri Mulyani memberikan penjelasan pada kesempatan yang sama pada beberapa isu. Berikut lengkapnya:
- Implementasi Alternative Minimum Tax (AMT) dimaksudkan untuk mencegah skema penghindaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara agresif yang menyebabkan Wajib Pajak melaporkan rugi secara berturut-turut atau melaporkan pajak dalam jumlah yang sangat kecil. Pada tahun 2019 Wajib Pajak Badan yang melaporkan rugi menunjukkan tren peningkatan dibandingkan tahun 2012 (dari 8% meningkat menjadi 11%).
Di samping itu, Wajib Pajak Badan yang melaporkan rugi 5 tahun berturut-turut jumlahnya meningkat (dari 5.199 WP tahun 2012-2016 menjadi 9.496 WP tahun 2015-2019), namun tetap dapat beroperasi atau mengembangkan usaha di Indonesia. Agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan dan tidak bersifat eksesif, implementasi AMT akan diterapkan terbatas kepada Wajib Pajak Badan yang memenuhi kriteria tertentu, antara lain memiliki hubungan afiliasi, memiliki batasan omzet tertentu, serta telah beroperasi komersial dalam jangka waktu tertentu.
Dengan demikian ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk mengenakan pajak kepada Wajib Pajak yang secara alami mengalami kerugian ataupun kepada Wajib Pajak UMKM yang memiliki pengaturan perpajakan tersendiri.
- Pengenaan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan hanya akan diterapkan secara terbatas. PPN hanya akan dikenakan untuk barang kebutuhan pokok tertentu yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi misalnya, beras atau daging berkualitas khusus yang biasanya berharga mahal.
Untuk jasa kesehatan, pengenaan PPN ditujukan terhadap jasa kesehatan yang dibayarkan tidak melalui sistem jaminan kesehatan nasional (BPJS), misalnya jasa klinik kecantikan/estetika yang sifatnya nonesensial. Perlakuan ini juga ditujukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam penguatan sistem jaminan kesehatan nasional.
Sementara itu, untuk jasa pendidikan, pengenaan PPN ditujukan untuk jasa pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan yang bersifat komersial dan lembaga pendidikan yang tidak menyelenggarakan kurikulum minimal yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, untuk sekolah atau lembaga pendidikan dengan biaya pendidikan standar, madrasah untuk masyarakat biasa atau rendah dipastikan tidak akan kena PPN.
- Pengenaan pajak karbon merupakan bagian strategis dari upaya Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca. Sesuai Paris Agreement, Indonesia berkomitmen untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 41% pada tahun 2030 dalam penanganan perubahan iklim global.
Pajak karbon akan bersinergi kuat dengan pembangunan pasar karbon di Indonesia untuk memperkuat ketahanan perekonomian Indonesia dari ancaman risiko perubahan iklim. Implementasi pajak karbon akan dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan sektor, keselarasan dengan penerapan perdagangan karbon dan juga pemulihan ekonomi paska pandemi.
Implementasi Pajak karbon menjadi sinyal bagi perubahan perilaku (changing behaviour) para pelaku usaha menuju ekonomi hijau yang kompetitif serta sumber pembiayaan pemerintah bagi pembangunan berkelanjutan.
Sumber: CNBC Indonesia, Senin 13 September 2021
Leave a Reply