Bisnis, JAKARTA — Kendati telah berlangsung selama 2 tahun, pemanfaatan insentif super tax deduction atau fasilitas pemotongan pajak untuk kegiatan vokasi masih sangat rendah. Hal itu tecermin dari data Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang hingga 31 Agustus 2021 terdapat hanya 42 wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas tersebut.
Selain itu, hanya terdapat 429 perjanjian kerja sama yang terjalin selama insentif diberikan, dengan melibatkan sebanyak 383 lembaga vokasi.
Asisten Deputi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Kemen terian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Yulius mengatakan minimnya minat ini disebabkan para pelaku usaha yang khawatir administrasi perpa jakannya akan dipantau ketat saat menggunakan insentif tersebut.
Hal itulah yang kemudian memaksa wajib pajak untuk tidak memanfaatkan insentif kendati pemerintah telah melakukan sosialisasi secara maksimal.
“Masih ada perusahaan-perusahaan yang takut kalau insentif pajak ini diberlakukan nanti pajak-pajaknya akan diutak-atik oleh Dirjen Pajak,” kata dia, Kamis (16/9).
Menurutnya, pemerintah telah meyakinkan para pelaku industri bahwa keikutsertaan dalam insentif vokasi tidak akan membuat pajak perusahaan diutak-atik petugas pajak.
“Sudah hampir 2 tahun tetapi ini agak mandek, sehingga kita paham karena Covid-19 banyak perusahaan-perusahaan yang terkendala,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Mahfudz Wuhadji mengonfirmasi bahwa insentif super tax deduction memang menjadi momok bagi para pengusaha.
Ketakutan ini sebabkan dari pengalaman sebelumnya, di mana tatkala wajib pajak memanfaatkan insentif maka ada konsekuensi yang diterima yakni kesediaan untuk mengikuti proses yang panjang dari petugas pajak.
“[Ketakutan] ini sebenarnya dampak dari pajak-pajak yang lain. Keterlambatan membayar pajak saja, khususnya PPN [Pajak Pertambahan Nilai] itu sudah argo berjalan kenda denda 2%, begitu juga dari setiap keterlambatan ada bunganya,” kata dia.
Bukan hanya itu, para pengusaha pun menurutnya kerap terkendala saat memanfaatkan stimulus yang ada selama pandemi Covid-19.
Dia menyontohkan stimulus kredit modal kerja. Faktanya, saat pengusaha hendak mengajukan kredit modal kerja atau kredit investasi, perusahaan terkait harus dinilai mengalami wanprestasi dan hal tersebut turut membebani pelaku usaha.
“Tidak semudah itu. Begitu kita follow up ke bank, bank akan tanya bahwa kalau anda minta keringanan, minta restrukturisasi, berarti perusahaan anda bisa dikatakan wanprestasi. Itu kondisi riil yang terjadi di industri,” ujarnya.
Insentif vokasi diakomodasi dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 45/2019 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
Dalam fasilitas ini, dunia usaha dan dunia industri (DUDI) yang terlibat dalam pengembangan vokasi dapat mengajukan pemotongan pajak paling tinggi 200% dari biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan vokasi.
Sumber: ortax.org (Harian Bisnis Indonesia), Jumat 17 September 2021
Leave a Reply