Selamat Datang Rezim Pajak Baru

JAKARTA. Ngebut, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mencapai kesepakatan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang sebelumnya dikenal sebagai RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

RUU HPP ini ditargetkan akan disetujui dalam rapat paripurna pekan depan untuk disahkan sebagai Undang-Undang. Ini artinya, rezim pajak baru akan dimulai.

Ada tiga poin besar yang harus dicermati dalam rezim pajak baru. Pertama, program pengungkapan sukarela wajib pajak atau tax amnesty jilid II. Program ini akan berlaku mulai 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022 dengan pengalihan harta paling lambat 30 September 2022.

Dalam RUU itu disebutkan, pengungkapan harta sukarela, terbagi menjadi dua. Yakni, pengungkapan harta yang dimiliki wajib pajak sejak 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015. Tarifnya, mirip dengan tarif program tax amnesty yang digelar pemerintah 2016-2017 lalu.

Lalu, pengungkapan harta yang dimiliki wajib pajak sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020, tarif program ini juga berbeda-beda sesuai dengan wilayah kepemilikan (lihat tabel).

Kedua, menurunkan batas bawah penghasilan yang dikenakan pajak, yaitu sampai dengan Rp 60 juta per tahun dengan tarif 5%. Pemerintah dan DPR juga sepakat memperluas lapisan yang dikenakan pajak dengan tarif 30% untuk penghasilan lebih dari Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar, dan tarif 35% untuk penghasilan lebih dari Rp 5 miliar.

Ketiga, menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang dan jasa menjadi 11% mulai 1 April 2022, dan kembali naik jadi 12% yang pada 1 Januari 2025.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, RUU HPP ini akan segera dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU. ” Sudah disetujui di tingkat I, paripurnanya awal minggu depan,” kata Menkeu, Kamis (30/9).

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI sekaligus Pimpinan Panitia Kerja (Panja) RUU HPP Dolfie menjelaskan alasan pergantian nama RUU KUP menjadi RUU HPP Karena RUU ini mengubah beberapa UU, yaitu UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU Cukai, sehingga lebih sesuai menjadi Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Dolfie berharap, dengan beleid ini negara mampu memperluas basis pajak. Dan, dalam jangka menengah bisa meningkatkan tax ratio, yang juga berguna dalam meningkatkan pendapatan negara.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam melihat bahwa rezim baru perpajakan ini RUU ini sebagai angin segar untuk penerimaan pajak. “Ini tepat secara momentum, karena jika baru dibahas reformasi pajak saat pandemi berlalu, justru ada missed opportunity,” katanya.

Anggawira, Ketua Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) berharap, RUU ini harus mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi yang kini sedang masuk masuk sulit akibat pandemi. “Harapan kami ekstensifikasi lebih digiatkan, di samping intensifikasi objek pajak yang ada,” katanya.

Sumber: Harian Kontan Jumat 01 Oktober 2021 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only