Pengampunan Pajak Jilid II, Kenapa Tidak?

Program pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II memantik polemik.Sebagian kalangan setuju tax amnesty jilid II diberikan.Sebagian lagi menolak. Tax amnesty, bagi sejumlah kalangan,adalah perlakuan istimewa yang berlebihanbagi wajib pajak (WP). Tapibagi kalang an lain, tax amnesty adalahjalan mulia untuk menyelamatkanAPBN.

Tax amnesty jilid II ditawarkan selama enam bulan, mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022, khusus untuk WP orang pribadi (OP). Fasilitas bernama Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PSWP) itu diluncurkan bersamaan dengan berlakunya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tax amnesty jilid II termaktub dalam UU HPP.

Program tax amnesty jilid II terbagi atas dua kelompok WP. Kelompok I yaitu WP yang pernah mengikuti tax amnesty jilid I (2016-2017) namun belum melaporkan seluruh hartanya sebelum 31 Desember 2015. Kelompok II adalah WP yang tidak atau belum melaporkan seluruh hartanya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) pada rentang waktu 2016-2020.

Para WP yang memanfaatkan tax amnesty jilid II akan menikmati sejumlahkeuntungan, baik dari sisikewajiban pajak maupun hukum. Jikamemanfaatkan fasilitas tersebut, WPdibebaskan dari sanksiadministratif perpajakanberupa kenaikanPPh sebesar 200%. WPjuga akan bebas darituntutan pidana.

Peserta tax amnesty jilid II kelompok Imenikmati tarif PPhfinal sebesar 6-11%atas har ta bersih,dengan rincian 11%untuk harta di luarnegeri yang tidak direpatriasike dalamnegeri, 8% untuk hartadi luar negeri yangdirepatriasi ke dalamnegeri, serta 6% untukharta di luar negeriyang direpatriasi ke dalam negeridan diinvestasikan ke surat berharganegara (SBN ), hilirisasi sumber dayaalam (SDA), serta energi baru danterbarukan (EBT).

Adapun dalam tax amnesty jilid IIkelompok II, tarif PPh final ditetapkan18% untuk harta di luar negeri yangtidak direpatriasi ke dalam negeri, 14%untuk harta di luar negeri yang direpatriasike dalam negeri, serta 12% untukharta di luar negeri yang direpatriasike dalam negeri serta diinvestasikanke SBN, hilirisasi SDA, dan EBT.Polemik tax amnesty jilid II tidakterlalu mengejutkan.

Saat tax amnesty jilid I diluncurkan pada 2016-2017 pun,kontroversi merebak, bahkan dalamskala yang lebih intens, masif, danpanas. Tensi kontroversi tax amnesty jilid II mungkin lebih rendah karenaperhatian masyarakat sedang tersitaoleh pandemi Covid-19.

Meski polemik saat ini lebih sejuk,tak berar ti pemerintah luput darituduhan miring. Sebagian kalanganmenganggap pemerintah melindungiWP nakal. Alih-alih mengenakan sanksipajak dan tuntutan pidana, pemerintahmalah menawarkan diskon tarif PPhkepada WP yang tidak melaporkanseluruh hartanya.

Tuduhan semakin santer ditujukan kepada pemerintah karena sebagian calon peserta tax amnesty jilid II adalah WP peserta tax amnesty jilid I. Artinya, mereka telah diberi kesempatan untuk ‘bertobat’, namun tetap saja tidak jujur melaporkan hartanya. Aneh bukan jika mereka diberi kembali pengampunan?

Bagaimana jika para WP kemudian berpikir bahwa mereka tak perlu jujur membayar pajak atau melaporkan hartanya karena kelak ada program tax amnesty jilid III, jilid IV, jilid V, dan seterusnya?

Belum lagi jika dikaitkan dengan janji pemerintah menjelang tax amnesty jilid I diberlakukan pada 2016 dengan payung hukum UU No 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Untuk menangkis serangan pihak-pihak yang menolak tax amnesty, pemerintah saat itu kerap menyatakan tax amnesty hanya digulirkan satu kali untuk satu generasi atau sekali seumur hidup. Lalu, mengapa sekarang digulirkan lagi?

Sepintas lalu, tuduhan miring dan retorika itu mungkin ada benarnya. Namun, kalau mau jujur, ada hal lebih besar yang seharusnya dipahami semua pihak. Banyak keuntungan yang bisa diraih bangsa ini jika tax amnesty jilid II diberlakukan, kendati ada pula kerugian yang ditimbulkannya. Jika ditimbang, keuntungan yang bakal dinikmati bangsa Indonesia bakal lebih besar dari kerugiannya.

Program tax amnesty jilid I yang ditawarkan kepada WP OP dan WP badan mampu meningkatkan kepatuhan menyampaikan SPT Tahunan, yakni mencapai 91%, jauh di atas kepatuh an nasional 62-75%. Harta yang dideklarasi pada tax amnesty jilid I berjumlah Rp 4.884,26 triliun atau 39,9% terhadap produk domestik bruto (PDB), dengan uang tebusan Rp 114,54 triliun, terbesar di antara negara-negara yang pernah memberlakukan tax amnesty.

Berkaca pada data-data ini, masuk akal jika pemerintah ingin menggulirkan tax amnesty jilid II. Pemberian fasilitas tax amnesty adalah langkah yang paling cepat, mudah, dan murah untuk meningkatkan penerimaan pajak. Cara-cara   yang cepat, mudah, dan murah sangat diperlukan karena defisit APBN pada 2023, sesuai UU, tak boleh lagi melampaui 3% PDB, disbanding 5,70% PDB saat ini.

Perekonomian Indonesia mulai tahun depan sudah harus ‘berlari’ untuk mengejar ketertinggalan akibat pandemi Covid-19. Agar ekonomi berlari kencang, APBN harus menjadi katalisator dan akseleratornya.

Selain itu, pemerintah butuh penurunan defisit secara bertahap pada 2022 agar APBN bisa ‘mendarat secara lembut’ (soft landing). Dengan begitu, APBN lebih kredibel dan terkelola dengan baik (manageable). Utang pemerintah yang sudah di atas 40% PDB, tidak terus menggelembung.

Yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah meyakinkan masyarakat bahwa tax amnesty jilid II merupakan jalan terbaik bagi bangsa ini. Pemerintah juga perlu memberikan pemahaman bahwa WP yang tak melaporkan seluruh hartanya tak selalu beritikad buruk. Bisa saja mereka terkendala administrasi dan birokrasi.

Pemerintah pun harus memastikan tax amenty jilid II akan membuat pengadministrasian data pajak semakin baik. Dengan memiliki basis data pajak yang kuat dan akurat, pemerintah lebih mudah melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak demi meningkatkan penerimaan negara. Bahkan, pemerintah bisa melacak shadow economy atau aktivitas ekonomi tak tercatat, untuk keperluan perpajakan.

Paling penting, pemerintah harus menjamin kepatuhan pajak dan kepercayaan para WP tak luntur setelah tax amnesty jilid II diberlakukan.

Jangan sampai muncul anggapan bahwa masyarakat tak perlu taat pajak karena ‘dosa-dosanya’ akan diampuni. Jangan pula muncul syak wasangka bahwa tax amnesty jilid II telah mencederai rasa keadilan masyarakat, terutama wong cilik, yang selama ini taat membayar pajak.

Sumber : investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only