Tax Amnesty Jilid II Dimulai Hari Ini, Simak Lagi Ketentuannya

JAKARTA, KOMPAS.com – Program pengungkapan sukarela (PPS) atau lebih dikenal dengan sebutan tax amnesty (pengampunan pajak) jilid II dimulai hari ini, Sabtu (1/1/2022).

Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada Anda, para wajib pajak, untuk mengungkapkan harta yang telah lalu, yakni harta perolehan tahun 2015 dan harta perolehan tahun 2016-2020.

Asal tahu saja, ada beberapa ketentuan program PPS yang berlangsung sampai Juni 2022 ini. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) PMK Nomor 196/PMK.03 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Lantas, apa saja ketentuan tersebut? Simak di sini

1. Kriteria yang boleh ikut tax amnesty

Pemerintah membuat dua kebijakan dalam tax amnesty tahun 2022. Kebijakan I ditujukan untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) dan WP Badan yang sudah mengikuti tax amnesty tahun 2016 namun masih ada harta perolehan tahun 2015 yang belum dilaporkan. Sementara kebijakan II hanya untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang belum melaporkan harta perolehan tahun 2016-2020 dalam SPT Tahun 2020, dan harta tersebut masuk dimiliki tanggal 31 Desember 2021. Nah, WP OP yang masuk dalam kebijakan II ini diatur lagi kriterianya. Kriteria pertama, WP OP tersebut tidak sedang dilakukan pemeriksaan untuk tahun pajak 2016-2020. Kedua, tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak 2016 hingga tahun pajak 2020. Ketiga, tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan. Keempat, tidak sedang dalam proses peradilan atas tindak pidana di bidang perpajakan. Kemudian kelima, tidak sedang menjalani hukuman pidana atas tindakan pidana di bidang perpajakan.

“Ketentuan ini meliputi kewajiban pajak penghasilan, pemotongan, maupun pemungutan Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai atas orang pribadi yang bersangkutan dan tidak termasuk kewajiban wajib pajak orang pribadi sebagai wakil atau kuasa,” tutur pasal 5 ayat 5 beleid tersebut.

2. Ketentuan penyampaian SPPH

Program PPS kali ini boleh menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) lebih dari satu kali, namun ada ketentuan yang mengikutinya. Penyampaian SPPH lebih dari sekali diperbolehkan asal ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif. Penyampaian SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya dapat dilakukan dalam periode 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Secara lebih rinci, perubahan SPPH dibolehkan jika terdapat kesalahan tulis atau kesalahan hitung wajib pajak dalam pengisian, penambahan harta bersih yang belum atau kurang diungkap dalam SPPH, ataupun pengurangan harta bersih yang telah diungkap dalam SPPH. Lalu, perubahan penggunaan tarif PPh yang bersifat final atas pengungkapan harta bersih, maupun keadaan lain yang mengakibatkan ketidakbenaran SPPH sebelumnya. Kemudian dalam penyampaiannya, SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya harus memuat seluruh harta bersih setelah perubahan yang terdiri atas harta bersih yang tidak dilakukan perubahan; harta bersih yang diubah, selain yang dihapus; dan harta bersih yang baru diungkapkan dari yang tercantum dari SPPH sebelumnya. Lalu, SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya harus memuat perbaikan kesalahan penulisan, perbaikan kesalahan penghitungan, dan/atau perubahan penggunaan tarif PPh final. Namun bila berdasarkan hasil penghitungan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya terdapat jumlah PPh final yang kurang bayar, wajib pajak harus melunasi kekurangan pembayaran tersebut sebelum SPPH tersebut disampaikan. Sementara ketika jumlah PPh final lebih bayar, wajib pajak dapat meminta pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.

3. Ketentuan harta repatriasi Dalam PPS kali ini, tarif PPh final untuk harta yang direpatriasi memang lebih murah dibanding harta yang tidak direpatriasi. Tarifnya sebesar 8 persen untuk kebijakan I, dan 14 persen untuk kebijakan II PPS. Tapi, ada syaratnya. Syarat pertama yakni pengalihan harta harus dilakukan paling lambat sampai 30 September 2022. Hal ini diatur dalam pasal 15 beleid. Adapun di ayat selanjutnya, beleid menyebut, pengalihan harta ke dalam wilayah Indonesia dilakukan melalui bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan. Kemudian pada ayat 3, pemerintah mengatur kurun waktu pengalihan harta (holding period), yakni paling singkat selama 5 tahun. Holding period ini berlaku pula untuk asset deklarasi dalam negeri.

Sumber : Kompas.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only