Menanti Kelanjutan Insentif PPnBM

Berakhirnya periode insentif pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) pada 31 Desember 2021 membuat produsen otomotif memasang harga jual mobil lebih mahal tahun ini. Tanpa insentif diskon PPnBM yang diberikan pemerintah, kenaikan harga jual mobil tidak terelakkan.

Pelaku usaha otomotif kiniberharap diskon PPnBM dilanjutkan pada tahun ini. Jika dengan diskon PPnBM hingga 100% harga jual sebuah mobil dibanderal Rp 200 juta per unit, setelah tanpa diskon PPnBM 100% maka harganya bisa mencapai Rp 227 juta.

Artinya ada kenaikan harga sebesar Rp 27 juta setelah tak lagi mendapat insentif PPnBM DTP. Bahkan ada pabrikan yang menaikkan harga jual mobil hingga Rp 94 juta pada bulan ini.

Tapi bisa dimungkiri, diskon PPnBM berpengaruh positif terhadap industri otomotif nasional. Implementasi stimulus PPnBM DTP yang berjalan pada Maret hingga Desember 2021 meningkatkan penjualan mobil secara signifikan. Pada Maret-November 2021, penjualan mobil yang menjadi peserta program stimulus PPnBM DTP mencapai 428.947 unit atau melonjak 126,6% dari periode sama tahun sebelum nya sebanyak 189.364 unit.

Stimulus PPnBM DTP juga berimbas positif bagi industri alat angkut dan komponen. Berkat peningkatan penjualan mobil, industri alat angkut mencatatkan pertumbuhan 45,2% (yoy) pada kuartal kedua dan 27,8% (yoy) pada kuartal ketiga 2021.

Selain itu, dengan adanya kebijakan diskon PPnBM, sebanyak 319 perusahaan industri komponen tier 1, serta industri komponen tier 2 dan 3 yang sebagian besar merupakan industri kecil dan mene ngah (IKM) bisa terlibat dalam proses manufaktur. Kebijakan stimulus PPnBM DTP mampu menjaga momentum pertumbuhan industri otomotif di Tanah Air, sekaligus meningkatkan utilisasi dan kinerja sektor industri komponen otomotif.

Tingkat kandungan lokal yang tinggi menunjukkan bahwa produksi mobil tersebut juga mendukung pertumbuhan industri komponen di dalam negeri.

Saat ini terdapat sekitar 550 perusahaan industri komponen tier 1 dan 1.000 perusahaan industri komponen tier 2 dan 3, yang sebagian besar adalah IKM. Dengan tingkat kandungan lokal yang tinggi, industri mobil di Tanah Air makin berpeluang menjadi basis ekspor kendaraan, terutama untuk Negara-negara berkembang.

Bercermin dari kondisi tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun mengusulkan agar mobil dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc, harga penjualan di bawah Rp 250 juta, dan tingkat kandungan lokal (local content) minimal 80% tidak dikenai PPnBM mulai 2022.

Alasan di balik usulan tersebut yakni untuk menjaga kelangsungan industri otomotif di tahun ini dan berikutnya.

Selain itu, untuk optimalisasi segmen mobil dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc karena tipe tersebut mendominasi pasar kendaraan bermotor sekitar 60% dan sesuai dengan daya beli masyarakat kita.

Mobil dengan har ga di bawah Rp 250 juta bukan lagi merupakan barang mewah, namun telah menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat. Mobil yang disebut-sebut masuk kategori “mobil rakyat” itu diusulkan tanpa dibebani PPnBM. Namun demikian, wacana tersebut belum direalisasikan sehingga membuat sejumlah pabrikan harus menaikkan harga jual produknya mulai bulan ini, karena tak lagi mendapatkan insentif PPnBM dari pemerintah.

Kenaikan harga mobil seharusnya sudah terjadi pada November 2021, begitu rezim pajak karbon dimulai. Namun, berhubung insentif PPnBM-DTP diperpanjang hingga akhir 2021, kenaikan harga baru terjadi pada Januari 2022.

Pajak karbon diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Berdasarkan aturan ini, tarif PPnBM tidak lagi ditentukan berdasarkan kapasitas mesin, melainkan emisi karbon dioksida (CO2). Akibatnya, tarif PPnBM mobilmobil

segmen menengah dan bawah, naik dari 10% menjadi 15%, karena beremisi karbon 150 gram per kilo meter (km).

Sebaliknya, tarif PPnBM mobil menengah atas justru turun karena emisinya lebih rendah. Kalangan pelaku otomotif berharap insentif PPnBM-DTP bisa dilanjutkan pada tahun ini karena sektor ini belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19. Namun, kita mengingatkan pemerintah agar pemberian insentif tersebut lebih spesifik pada jenis mobil tertentu saja, besaran diskonnya 0% hingga 100%, dan jangka waktunya harus jelas, misalnya hanya 6 bulan.

Selanjutnya, kebijakan tersebut harus dievaluasi apakah akan dilanjutkan kembali atau tidak. Harus ada kalkulasi cermat risiko-risiko dari kebijakan tersebut sebelum dilanjutkan kembali. Ibarat dua sisi mata uang, kebijakan tersebut sangat menguntungkan pabrikan mobil dan orang kaya yang mau beli mobil baru. Tapi di sisi lain menghilangkan sebagian pendapatan negara di tengah kebutuhan anggaran yang sangat besar untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.

Kebijakan insentif PPnBM-DTP juga memukul pasar mobil bekas karena karena selisih harganya semakin tipis dengan mobil baru. Jika pemberian PPnBM-DTP diperpanjang lagi dan waktunya terlalu lama akan kontradiktif dengan upaya pemerintah yang tengah gencar mendorong masyarakat untuk beralih mengggunakan mobil listrik agar bisa mengurangi penggunaan mobil berbahan bakar minyak (BBM).

Sumber : investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only