Ekspor Produk Manufaktur Bisa Jadi Penyokong Devisa

JAKARTA. Sempat mencatatkan cadangan devisa terbesar sepanjang masa di akhir tahun 2021 dengan posisi US$ 144,9 miliar, posisi cadangan devisa di Januari 2022 langsung terpangkas US$ 3,6 miliar menjadi US$ 141,3 miliar. Salah satu penyebabnya adalah larangan ekspor batubara sepanjang Januari 2022.

Padahal potensi ekspor batubara cukup menjanjikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor batubara Indonesia pada Januari – November 2021 mencapai US$ 23,78 miliar. Secara rata-rata nilai ekspor batubara dalam satu bulan bisa memasukan devisa ke dalam negeri sebesar US$ 2,16 miliar.

Selain batubara, Indonesia juga sudah lama kehilangan potensi devisa dari komoditas tambang lain, yakni nikel. Pemerintah sudah melarang ekspor nikel mulai tahun 2020 untuk kepentingan hilirisasi. Padahal potensinya cukup menjanjikan. Tahun 2019, ekspor nikel menurut BPS mencapai US$ 1,7 miliar. Dalam sebulan, ekspor nikel bisa menyumbang devisa ke dalam negeri sebesar US$ 141 juta.

Komoditas lain yang bisa menyokong devisa adalah dari minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Maklum, komoditas ini mendapat pembatasan ekspor karena adanya kewajiban pasokan ke dalam negeri mulai bulan ini. Padahal, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) memproyeksikan ekspor minyak sawit Indonesia tahun 2021 bisa tembus US$ 35 miliar. Rata-rata bisa menyumbang US$ 2,91 miliar devisa ke dalam negeri tiap bulan.

Jadi jika ketiga komoditas ini sama sama melaju ke pasar ekspor, diproyeksi dalam satu bulan bisa menyumbang devisa sebesar US$ 5,21 miliar. Inilah nilai potensi kehilangan devisa dari ketiga komoditas.

Walhasil, pendapatan negara dari pajak ekspor pun bisa tergerus. Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara dipisahkan Kementerian Keuangan Kurnia Chairi menyatakan saat ini pihaknya sedang memonitor realisasi PNBP bulan Januari 2022 yang bakal dipublikasikan di APBN Kita. “Mudah-mudahan tidak terlalu berpengaruh,” harapnya kepada KONTAN, Rabu (9/2).

Pengamat Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengungkapkan pelarangan ekspor pertambangan di Januari 2022 akan berdampak ke penerimaan negara meskipun efeknya sangat kecil. Sayangnya, dirinya belum dapat memperkirakan berapa penurunan dari dampak tersebut.

Untuk menutup kebutuhan valuta asing menurutnya masih bisa dikompensasikan oleh beberapa penerimaan pajak sektor lain, seperti pemasukan devisa ekspor dari produk industri lantaran ekspor manufaktur berkontribusi hingga 70% dari total ekspor.

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teuku Riefky melihat cadangan devisa dan nilai tukar masih relatif stabil stabil.

Sumber : Harian Kontan Kamis 10 Februari 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only