Menkeu: PPS Dukung Konsolidasi Fiskal 2023

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meyakini, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak atau tax amnesty jilid II akan mendukung upaya pemerintah menuju konsolidasi fiskal dengan defisit anggaran maksimal 3% terhadap PDB pada tahun depan, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, minat wajib pajak (WP) untuk mengikuti program PPS cukup baik, apalagi program ini merupakan salah satu bentuk reformasi perpajakan yang dituangkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

PPS bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak dengan memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban pajak mereka yang belum dipenuhi.

Berdasarkan data statistik PPS dalam situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, hingga Selasa (8/2), total wajib pajak yang telah mengikuti program PPS mencapai 11.479 dengan nilai harta bersih yang diungkapkan mencapai Rp 11,54 triliun. Nilai ini terdiri atas deklarasi dalam negeri dan repatriasi sebesar Rp 9,9 triliun, investasi Rp 812,3 miliar, serta deklarasi luar negeri mencapai Rp 817,86 miliar.

Dengan begitu, setoran PPh yang telah diraup pemerintah dari program PPS telah mencapai Rp 1,2 triliun. “Setoran PPh dari Program Pengungkapan Sukarela mencapai (Rp 1,2 triliun) ini merupakan denda yang dibayarkan oleh peserta wajib pajak,” tutur Sri Mulyani dalam diskusi Mandiri Investment Forum 2022, Rabu (9/2).

Sri Mulyani mengatakan, program pengungkapan sukarela hanya akan berlangsung hingga 30 Juni 2022. Oleh karena itu ia mengimbau kepada para wajib pajak untuk segera melaporkan harta yang dimilikinya. Tak hanya itu, pihaknya juga terus melakukan sosialisasi dan mengomunikasikan kepada wajib pajak terkait program PPS.

“Kami terus berkomunikasi dengan banyak wajib pajak dan kami juga mempertimbangkan pendapatan yang (diraih) dari pelaksanaan program PPS ini. Jadi, kami berharap reformasi perpajakan melalui UU HPP dapat mendukung konsolidasi fiskal karena (pemerintah) memiliki waktu tiga tahun hingga 2023 dengan defisit maksimal 3%,” tutur dia.

Sebagai informasi, PPS memiliki dua kebijakan. Kebijakan pertama I, tarif yang dikenakan untuk WP OP dan badan yang merupakan peserta tax amnesty, yaitu 11% untuk harta deklarasi luar negeri (LN), 8% untuk harta luar negeri (LN) repatriasi dan harta deklarasi dalam negeri (DN), serta 6% untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi Dalam Negeri yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi SDA/renewable energy.

Selain itu, program tersebut juga dapat diikuti wajib pajak orang pribadi yang belum mengikuti tax amnesty dengan basis aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020 yang masuk dalam kebijakan II.

Sumber : Investor.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only