Konsultan properti Knight Frank memperkirakan transaksi industri properti di Ibu Kota meningkat 3% – 5% pada tahun ini. Prediksi itu merujuk pada performa transaksi residensial Jakarta pada saat dan sebelum pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Knight Frank, produk residensial seperti kondominium dan rumah tapak akan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor properti pada tahun 2022 walaupun pertumbuhannya masih perlahan.
Sebaliknya, penjualan properti komersial seperti untuk kegiatan perkantoran masih lemah.
“Tentu saja banyak faktor-faktor yang menjadi pelengkap untuk mencapai tersebut, sebut saja konsistensi menjaga pertumbuhan ekonomi dan program vaksinasi (Covid-19) yang mengarah ke skenario (pertumbuhan) optimis,” kata Seniot Research Advisor Knight Frank Syarifah Syaukat dalam konferensi pers virtual, Kamis (10/2).
Pada paruh kedua 2021, produk kondominium secara keseluruhan masih melemah. Namun, produk kondominium untuk segmen lower middle sangat menjanjikan dan menjadi yang terlaris dari semua segmen.
Segmen tersebut mencatatkan penjualan terbesar atau sebanyak 52.441 unit atau 24,3% dari total penjualan kondominium pada semester II-2021.
The carbon-neutral aviation fuel made from sunlight and air
Rerata harga kondominium dijual di kisaran Rp 33 juta/m2 atau melemah rerata di kisaran -5,1% dari tahun sebelumnya (yoy).
Pelemahan harga tertinggi kondominium terjadi di submarket Central Business District (CBD), yaitu -8,7% (yoy).
Menyusul melemahnya penjualan, pandemi Covid-19, dan perlambatan ekonomi, sebanyak 18 proyek kondominium atau 20% dari total proyek di masa depan menunda pembangunannya sampai 2 tahun ke depan atau pada 2024.
Untuk meningkatkan penjualan, pelaku industri masih menawarkan beberapa insentif, seperti pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN), DP0%, perabotan gratis, hingga memberikan diskon tambahan.
Dengan penurunan harga dan berbagai promo, Syarifah menyarankan agar konsumen melakukan transaksi pada tahun ini.
“Dengan harga yang relatif bersaing, cukup ekonomi, pilihan yang banyak, dan berbagai promosi, tahun ini menjadi waktu yang tepat untuk membeli kondominium,” kata Syarifah.
Sementara itu, Syarifah mendata harga sewa apartemen turun hingga 12% pada paruh kedua 2021. Sementara itu, tingkat okupansi apartemen cenderung stagnan di level 58,4%.
Pada tahun lalu, tidak ada penambahan pasokan unit apartemen baru di Jakarta atau tetap sebanyak 8.919 unit. Angka tersebut diharapkan akan bertambah 1.688 unit hingga 2023 menjadi 10.607 unit.
Dari penambahan unit apartemen itu, sebanyak 86% atau sekitar 1.400 unit akan masuk ke pasar tahun ini. Unit ini merupakan hasil dari penundaan peluncuran produk yang dilakukan pengembang tahun lalu.
“Terlihat optimisme dari operator yang menyatakan okupansi akan meningkat tahun ini. Mereka mencoba optimis dari pergerakan ekonomi dan bergulirnya program vaksinasi,” ucap Syarifah.
Di sisi lain, Syarifah mengatakan performa penyewaan gedung perkantoran masih tertekan hingga semester II-2021. Adapun, harga sewa tercatat naik tipis 0,3% secara tahunan.
Hingga akhir 2021, okupansi gedung perkantoran Jakarta di level 71,8% dengan koridor Thamrin mencatatkan okupansi tertinggi mencapai sekitar 81,8%. Akan tetapi, serapan gedung perkantoran sepanjang 2021 terdata anjlok 9,7 hektare.
Pada saat yang sama, para pengembang menunda lima proyek gedung perkantoran yang seharusnya diluncurkan tahun ini.
Proyek yang dimaksud adalah Jakarta Office Tower, Rajawali Place, Menara BRI, Autograph Tower, dan luminary Tower dengan total area sewa seluas 40,76 hektar.
“Tidak ada office building baru yang masuk di 2023 dan seterusnya. Namun, di kondisi tersebut ada sekitar 400 ribu meter persegi ruang kantor yang menunda masuk pasar sampai waktu yang belum pasti,” kata Syarifah.
Associate Director Knight Frank Andi Rina Martianti mengatakan penundaan peluncuran gedung perkantoran ini bukan karena perubahan kebiasaan bekerja menjadi bekerja dari rumah atau WFH tetapi karena merebaknya Omicron.
Menurutnya, beberapa perusahaan asing sudah berniat untuk mendirikan kantor perwakilan di dalam negeri.
Namun demikian, merebaknya Omicron membuat kapasitas kantor harus dikurangi hingga 25%. Walau demikian, Rina menilai kebutuhan akan gedung perkantoran masih akan dibutuhkan di masa depan.
“Tidak semua lini bisnis bisa bekerja hybrid. Kita memang tidak bisa (penuh bekerja dari rumah). Kita harus bersosialisasi dan salah satu tempatnya di kantor,” kata Rina.
Sumber : katadata.co.id
Leave a Reply