Status SPT Nihil karena Rugi, WP Badan Jadi Sasaran Pemeriksaan DJP?

JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan kriteria sasaran pemeriksaan oleh otoritas berdasarkan hasil pelaporan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan. DJP, lewat akun @kring_pajak, menjawab pertanyaan seorang netizen terkait prioritas pemeriksaan terhadap wajib pajak badan yang usahanya mengalami kerugian sehingga status SPT Tahunannya Nihil.

“Saya mau tanya, [apabila] omzet suatu perusahaan jasa Rp10 miliar, karena pengeluaran yang banyak akhirnya rugi. [Kalau rugi] untuk lapor SPT Tahunan pun Nihil. Nah, apakah itu akan jadi [sasaran] pemeriksaan pajak atau engga?” tanya akun @rarashaliah, dikutip Kamis (10/2/2022).

Merespons pertanyaan tersebut, DJP menegaskan bahwa pemeriksaan pajak hanya akan otomatis dilakukan terhadap SPT dengan status Lebih Bayar (LB) yang memilih restitusi. Dalam hal wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi, imbuh DJP, dengan status SPT Nihil atau Lebih Bayar kompensasi maka tidak otomatis dilakukan pemeriksaan.

“SPT yang menyatakan rugi, status SPT Nihil atau Lebih Bayar kompensasi dapat dilakukan pemeriksaan apabila masuk dalam Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan (DSPP) KPP,” tulis DJP.

DSPP merupakan daftar wajib pajak yang akan dilakukan pemeriksaan sepanjang tahun berjalan. DSPP disusun berdasarkan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3).

Wajib pajak yang masuk DSPP merupakan wajib pajak yang diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan rutin dan/atau pemeriksaan khusus. Pemeriksaan rutin sendiri menyasar wajib pajak dengan kriteria: 1) telah diberikan restitusi dipercepat, 2) wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi, 3) wajib pajak yang melakukan perubahan tahun buku, metode pembukuan, dan/atau penilaian kembali aktiva tetap.

Sebagai informasi, SE-15/PJ/2018 telah menetapkan 5 indikator yang dapat digunakan oleh unit kerja DJP untuk menyusun Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) yaitu: 1) indikasi ketidakpatuhan tinggi (adanya tax gap), 2) indikasi modus ketidakpatuhan wajib pajak, 3) identifikasi nilai potensi pajak, 4) identifikasi kemampuan wajib pajak untuk membayar ketetapan pajak (collectability), dan 5) pertimbangan Dirjen Pajak.

Ketidakpatuhan wajib pajak dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu ketidakpatuhan formal dan ketidakpatuhan material. Ketidakpatuhan formal terkait dengan pelaporan, yaitu lapor SPT tetapi tidak tepat waktu, atau bahkan tidak lapor SPT. Wajib pajak yang tidak lapor SPT dapat dikenai sanksi administrasi dalam bentuk STP oleh kantor pajak. Sedangkan ketidakpatuhan material adalah ketidakpatuhan isi SPT.

Artinya, wajib pajak lapor SPT tetapi tidak tepat jumlah (kurang bayar) atau tidak lapor tetapi diindikasikan ada potensi pajak yang harus dibayar tetapi tidak dibayar dan tidak dilaporkan.

Bahasa yang digunakan oleh SE-15/PJ/2018 untuk indikasi ketidakpatuhan material, yaitu adanya kesenjangan (gap) antara profil perpajakan (profil berdasarkan SPT) dengan profil ekonomi yang sebenarnya.

Baik sistem informasi DJP maupun petugas pajak akan membandingkan SPT yang disampaikan dengan keadaan sebenarnya berdasarkan informasi lain, seperti : SPT lawan transaksi, rekening koran, dan hasil pengamatan oleh petugas.

Sumber: DDTCNews

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only