DJP Sempurnakan Proses Bisnis Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak

Ditjen Pajak (DJP) memperbarui proses bisnis pengawasan kepatuhan wajib pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (16/2/2022).

Pembaruan atau penyempurnaan tersebut dimuat dalam SE-05/PJ/2022. Penyempurnaan dilakukan seiring dengan dinamika perkembangan yang terjadi, perubahan organisasi dan tata kerja instansi vertikal DJP, hasil pemantauan dan evaluasi, serta masukan dari para pemangku kepentingan.

“Penyempurnaan tersebut diarahkan pada penajaman proses bisnis pengawasan, pengakomodasian perkembangan teknologi informasi, dan penyelarasan dengan proses bisnis DJP lainnya, antara lain pemeriksaan, intelijen, penegakan hukum, dan proses bisnis lainnya,” bunyi penggalan bagian umum SE-05/PJ/2022.

Selain menyatukan ketentuan yang terdapat dalam beberapa SE, penyempurnaan dilakukan dengan menyelaraskan dengan ketentuan pada sejumlah SE. Langkah ini diperlukan untuk memberikan keseragaman dan kesinambungan dalam pelaksanaan pengawasan kepatuhan wajib pajak.

Proses bisnis disusun dengan pendekatan end-to-end, yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, tindak lanjut, serta pemantauan dan evaluasi pengawasan. Dengan demikian, ada pendekatan yang komprehensif untuk mewujudkan kepatuhan berkelanjutan dan mendukung optimalisasi penerimaan pajak.

Selain mengenai pengawasan kepatuhan wajib pajak, ada pula bahasan terkait dengan pemanfaatan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) rumah ditanggung pemerintah (DTP). Ada pula bahasan tentang pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Pengawasan Berupa PPM dan PKM

Secara umum, sesuai dengan SE-05/PJ/2022, DJP melakukan pengawasan terhadap wajib pajak (wajib pajak strategis dan wajib pajak lainnya) serta objek pajak (baik yang telah maupun belum dikenakan kewajiban pajak bumi dan bangunan).

Pengawasan itu terdiri atas aktivitas inti berupa pengawasan pembayaran masa (PPM) dan pengawasan kepatuhan material (PKM). Proses bisnis pengawasan meliputi pengawasan atas PPh, PPN, PPnBM, PBB, bea meterai, serta pajak langsung dan pajak tidak langsung lainnya. (DDTCNews)

Hambatan Pemanfaatan Insentif PPN DTP

Pelaku usaha sektor properti memandang pemanfaatan insentif PPN DTP atas rumah masih terhambat persetujuan bangunan gedung (PBG) di daerah.

Wakil Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Bidang Informasi dan Telekomunikasi Digital Properti Bambang Eka Jaya mengatakan hingga saat ini masih terdapat pemerintah daerah yang belum memiliki peraturan daerah (perda) soal retribusi PBG. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Pedoman Nilai Harta dalam PPS

Ketentuan mengenai pedoman nilai harta pada skema kebijakan I dan II PPS memiliki perbedaan. Pedoman ini telah dijabarkan dalam UU HPP dan PMK 196/2021. Pedoman nilai harta penting diketahui wajib pajak karena menjadi acuan untuk menghitung jumlah harta bersih yang diungkapkan.

“Harta bersih … merupakan nilai harta dikurangi nilai utang,” bunyi penggalan Pasal 8 ayat (2) UU HPP.

Utang Wajib Pajak

Harta bersih yang dapat dilaporkan oleh wajib pajak orang pribadi peserta kebijakan II program PPS tidak mungkin bernilai negatif. Jika wajib pajak orang pribadi memiliki total utang yang lebih besar dari harta, hanya utang yang berkaitan langsung dengan perolehan harta saja yang boleh diperhitungkan dalam menentukan harta bersih.

“Pasal 1 angka 7 PMK 196/2021 menjelaskan utang pada peraturan ini adalah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan harta,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.

Perlakuan Pajak Pencairan Dana JHT

DJP kembali mengingatkan perlakuan pajak ketika para pekerja mencairkan dana dari program Jaminan Hari Tua (JHT). Melalui Twitter, DJP menjelaskan terdapat perlakuan PPh yang berbeda ketika JHT dicairkan penuh dan sebagian.

Dalam penghitungannya, tarif pajak yang dikenakan bakal menyesuaikan dengan nilai JHT yang dicairkan pekerja.

Tanggapan atas SP2DK

Wajib pajak yang menerima Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) diminta untuk memberikan tanggapan, baik secara langsung maupun secara tertulis. Batas waktu yang diberikan untuk menanggapi SP2DK ditetapkan selama 14 hari setelah SP2DK dikirim.

Apabila wajib pajak tidak memberi tanggapan, kepala KPP dapat mengambil 3 tindakan sebagaimana diatur dalam SE-39/PJ/2015.

SBN Khusus Peserta PPS

Pemerintah telah menyiapkan window untuk pengumpulan minat pembelian surat berharga negara (SBN) khusus peserta PPS mulai 17 Februari 2022. Dirjen Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan SBN yang ditawarkan oleh pemerintah nantinya dalam bentuk rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS).

“Pengumpulan minat yang pertama dimulai 17-24 Februari 2022 melalui dealerutamaSUN dan SBSN. Jadwal tentatif tahun 2022 dapat dilihat di www.djppr.kemenkeu.go.id,” kata Luky.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only