APBN 2022 Dihantui Lonjakan Subsidi Energi

JAKARTA. Krisis dan risiko pecahnya konflik antara Rusia dengan Ukraina menyulut harga komoditas energi di awal tahun ini. Harga minyak mentah dunia jenis brent sudah mengalami kenaikan sekitar 23,8% tahun ini.

Lonjakan harga minyak ini diikuti komoditas energi lainnya, seperti gas alam, dan batubara, juga energi alternatif berbahan bakar nabati seperti minyak sawit mentah, jagung, juga gula (lihat tabel).

Hal inilah yang menjadi kekhawatiran Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. “Harga minyak melonjak tinggi, subsidi jadi lebih besar dan ini nyata, untuk melindungi masyarakat dari kenaikan harga energi yang melonjak sangat tinggi,” kata Menkeu, Selasa (22/2). Ia mengakui, kenaikan harga energi menjadi tambahan beban bagi APBN 2022.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, realisasi subsidi energi Januari 2022 sebesar Rp 10,2 triliun atau melonjak 347,2% dibandingkan dengan realisasi subsidi pada Januari 2021 yang sebesar Rp 2,3 triliun. Lonjakan subsidi ini tak lepas dari peningkatan harga energi yang signifikan pada periode tersebut dan sebagai bentuk upaya pemerintah dalam melindungi masyarakat.

Meskipun demikian lonjakan subsidi energi di awal tahun ini termasuk untuk pembayaran utang subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG tabung 3 kilogram yang menunggak alias kurang bayar pada tahun 2020.

Menjadi berkah APBN

Meskipun demikian Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memandang, peningkatan harga minyak ini menjadi angin segar bagi prospek penerimaan negara. “Sebab secara umum kenaikan harga minyak akan berdampak pada peningkatan pendapatan negara, terutama Pajak Penghasilan (PPh) migas dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA,” ujar Wahyu Utomo, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) BKF saat dihubungi KONTAN, Rabu (23/2).

Merujuk dalam buku nota keuangan, setiap kenaikan harga minyak indonesia atau (ICP) sebesar US$ 1 per barel akan menambah penerimaan negara hingga Rp 3 triliun. Ini terdiri dari potensi penerimaan perpajakan sebesar Rp 800 miliar dan potensi PNBP hingga Rp 2,2 triliun.

Akan tetapi, selain meningkatkan potensi penerimaan, Wahyu juga tak menutup kemungkinan ini akan menambah beban belanja negara terutama dari sisi subsidi energi. Sebab, setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1 per barel, akan mengerek belanja negara sebesar Rp 2,6 triliun dan belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1,9 triliun. Meski ada potensi peningkatan belanja, pemerintah akan tetap bisa menjaga defisit APBN 2022 tetap terkendali dan dalam batas yang aman.

Ekonom Universitas Indonesia Teuku Riefky sepakat bahwa lonjakan harga komoditas berdampak positif terhadap anggaran negara. Berdasarkan pengalaman 2021 saat harga komoditas melejit ada beberapa hal. Pertama, penerimaan pajak penghasilan badan (PPh Badan) dari sektor pertambangan naik drastis. Kedua, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga naik drastis.

Namun ia berharap lonjakan harga energi ini tidak bertahan lama sehingga dampaknya ini tidak akan terlalu terasa bagi anggaran pemerintah maupun masyarakat.

Apalagi lonjakan harga energi mendorong kenaikan harga komoditas lainya termasuk komoditas pangan.

Sumber : Harian Kontan Kamis 24 Februari 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only