Dampak perang yang terjadi di Ukraina memberikan keuntungan bagi pemerintah dan sekelompok dunia usaha di Indonesia. Tapi bagi rakyat Indonesia bakal buntung. Kok bisa?
Perang yang sudah berlangsung lebih dari sepekan mendorong lonjakan pada harga minyak dan gas serta komoditas lainnya seperti batu bara, minyak kelapa sawit hingga nikel.
Harga minyak dunia kini sudah menembus US$ 130 per barel. Batu bara yang sebulan naik 89% menjadi US$ 425,65/ton di pasar ICE (Newcastle). Nikel melonjak 250% dalam dua hari berturut-turut mencapai di atas US$ 100.000 per ton.
Hal ini akan berdampak positif terhadap ekspor khususnya yang berasal dari komoditas tersebut. Kalangan dunia usaha di sektor itu tentu juga akan mendulang untung yang juga melimpah.
“Kenaikan harga komoditas ini memberikan dampak positif net ekspor Indonesia,” jelas Ekonom Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja dalam program PROFIT CNBC Indonesia TV, Rabu (9/3/2022).
Keuntungan lainnya adalah pada sisi penerimaan negara. Khususnya pada pos pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan juga bea keluar. Bahkan dari kenaikan harga minyak dunia saja, APBN sudah mencatatkan net positif alias untung.
“APBN kondisinya masih akan cukup bagus,” ujarnya.
Hanya saja ada beberapa komoditas pangan yang harganya naik dan dikhawatirkan mendorong kenaikan inflasi di dalam negeri, sehingga daya beli masyarakat juga akan tergerus.
“Jadi dampak positif kenaikan harga komoditas akan terganggu oleh turunnya daya beli masyarakat karena kenaikan inflasi,” ungkap Enrico.
Dalam hitungan Enrico, inflasi bisa mencapai 4% apabila pemerintah tidak mengantisipasi, baik terhadap pasokan barang maupun bantuan untuk masyarakat yang terdampak. Sementara dalam dua tahun terakhir inflasi tak lebih dari 2%.
Hitungan tersebut sudah dengan asumsi adanya kenaikan tarif PPN dan cukai rokok yang memberikan andil 0,3-0,5%.
“Selain itu dampak hari raya dan lebaran ini yang akan signifikan,” imbuhnya.
Dengan demikian, Enrico menilai pertumbuhan ekonomi bisa lebih lebih rendah dari perkiraan, yaitu menjadi 4,8 – 5%. Kecuali pemerintah dan Bank Indonesia (BI) bisa meredam inflasi serta penurunan daya beli masyarakat.
“Apabila bisa melakukan terus reformasi struktural dan menjaga inflasi dan daya beli masyarakat, maka kita bisa tumbuh di atas 5%,” pungkasnya.
1% Inflasi Kurangi Pertumbuhan Ekonomi 0,21%
Riset yang dilakukan oleh Bank Mandiri Grup, ada beberapa pengaruh harga komoditas terhadap jalur inflasi.
“Meningkatnya harga minyak juga dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi akibat transmisi kenaikan harga tersebut pada harga komoditas dalam negeri seperti BBM, listrik, bahan pangan dsb sehingga menimbulkan tekanan inflasi,” tulis riset tersebut.
“Selain itu, meningkatnya harga emas dunia sejalan tingginya minat investor pada instrument safe haven juga dapat turut berkontribusi pada tekanan inflasi.”
Asumsi 10% peningkatan harga listrik menyebabkan kenaikan 0,4% pada laju inflasi. Asumsi 10% pada harga BBM juga ada kenaikan 0,4%. Selanjutnya asumsi 10% peningkatan BBM rumah tangga mendorong kenaikan 0,2% dan asumsi peningkatan 10% harga minyak goreng menyebabkan kenaikan 0,1%, sama halnya dengan emas.
Riset tersebut juga menunjukkan, setiap 1% peningkatan pada laju inflasi akan mengurangi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,21%.
Sumber: cnbcindonesia.com
Leave a Reply