Tunda Kenaikan PPN agar Tak Mengganggu Pemulihan

JAKARTA. Waspada, inflasi mulai mengancam kantong warga Indonesia. Harga komoditas pangan dalam tren meroket, pun dengan harga energi. Setelah akhir 2021 naik, 27 Februari lalu, harga elpiji non subsidi naik lagi.

Yang juga mengintai adalah rencana pemerintah menaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) mulai 1 April 2022 dari tarif saat ini 10% menjadi 11%, sesuai UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Ini akan mengungkit harga, bahkan menggerus daya beli t lantaran kenaikan tarif ini bersamaan dengan kenaikan harga komoditas energi akibat perang Rusia-Ukraina serta kenaikan pangan Ramadan.

Hitungan Kementerian Keuangan, kenaikan tarif PPN bisa menambah penerimaan negara Rp 26,31 triliun dari PPN. Jika realisasi penerimaan PPN dalam negeri tahun 2021 segede Rp 342,72 triliun, target 2022 sebesar Rp 369,03 triliun. Mengacu kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11%, dengan realisasi 2021 ada potensi tambahan penerimaan PPN Rp 34,3 triliun.

Cukup lumayan. Apalagi, merujuk kalkulasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, ada potensi windwall profit akibat lonjakan harga minyak. Tiap kenaikan asumsi harga minyak ICP US$ 1 per barel menghasilkan surplus neto Rp 400 miliar. Jika rerata ICP 2022 naik dari asumsi dasar US$ 63 /barel jadi US$ 100 /barel, APBN 2022 bisa surplus Rp 10,8 triliun, atau bisa menutupi lebih dari setengah setoran dari kenaikan PPN.

Dengan hitungan pula, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyarankan pemerintah menunda kenaikan tarif PPN. Jika ekonomi stabil tumbuh di atas 5%, kebijakan itu bisa diberlakukan.

Ia khawatir efek kebijakan ini memukul daya beli yang belum sepenuhnya pulih. Apalagi harga barang naik akibat permintaan meningkat saat Ramadan dan Lebaran. “Ini juga agar kenaikan tarif PPN tak menggerus potensi kenaikan konsumsi jelang Lebaran,” kata Eko, Senin (7/3).

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja sependapat kenaikan tarif PPN harus ditunda. Kebijakan ini akan mendorong naik harga barang dan jasa. Ujungnya menekan perdagangan yang tengah berjuang mengurangi efek ketidakpastian global.

Namun, Ekonom BCA David Sumual menilai penundaan PPN sulit dilakukan karena pemerintah sudah memasukan hitungan penerimaan PPN di APBN 2022.

Sumber : Harian Kontan Selasa 08 Maret 2022 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only