Mengajak Negara G20 Pungut Pajak Internasional

JAKARTA. Indonesia terus mempersiapkan diri agar bisa melaksanakan kesepakatan pajak internasional yang mulai berlaku pada tahun depan. Dengan kesepakatan global setiap perusahaan internasional wajib membayar pajak penghasilan sebesar 15% kepada negara tempat penghasilan tersebut mereka dapat.

Penguatan kesepakatan pajak global ini terus dilakukan Indonesia saat menjadi Presidensi G20. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kesepakatan ini untuk mengantisipasi perkembangan dunia usaha di bidang digital karena saat ini ada cryptoasset, cryptocurrency dan produk digital lain. “Di G20 kita ada kesepakatan pajak global agar pelaku, wajib pajak besar dan kecil tidak lagi menghindari pajak, dengan mengalihkan ke negara tax haven,” katanya pekan lalu.

Menkeu mencontohkan di Amerika Serikat saat ini banyak perusahaan besar pindah ke Irlandia karena mendapatkan tawaran tarif pajak nol persen. “Sekarang ada minimum tax level sebesar 15% dan ada agreement pajak digital sehingga dimanapun operasi perusahaan di di seluruh dunia bisa dikenai pajak.

Sebab sebelumnya perusahaan global seperti Facebook dan Google meskipun banyak penggunanya di Indonesia dan mendapatkan penghasilan di Indonesia, tapi menggunakan UU lama tidak bisa dipungut pajak, karena mereka tak perlu mendirikan Badan Usaha Tetap (BUT) dan perwakilan di Indonesia. “Dengan kesepakatan tidak ada yang tidak bisa dipajaki dengan kehadiran fisik tidak lagi menjadi syarat. Ini sesuai perkembangan teknologi digital,” kata Menkeu tanpa memperinci berapa potensi penerimaan pajak dari perusahaan global.

Menteri Keuangan menyatakan meskipun ada ketegangan dari sisi politik karena perang, di sisi pajak saat ini dunia sedang kompak. “Best practice internasional tiap negara saling membantu menagih pajak. Kalau ada WNI yang tinggal di luar negeri kita bisa minta tolong menagih pajak ke otoritas,” katanya.

Tambah kerjasama

Di sisi lain, upaya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengejar harta milik wajib pajak yang ditempatkan di luar negeri semakin luas. Sebab, Ditjen Pajak telah menambah daftar negara yang menjadi mitra pertukaran informasi secara otomatis untuk kepentingan perpajakan alias Automatic Exchange of Information (AEoI).

Tambahan yurisdiksi tersebut, tercantum dalam Pengumuman Ditjen Pajak Nomor PENG-1/PJ/2022. Pengumuman ini ditandatangani secara elektronik dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo pada 10 Maret 2022.

Terbitnya PENG-1/PJ/2022 tersebut dalam rangka melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/PMK.03/2018 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Selain itu, menindaklanjuti penambahan jumlah yurisdiksi yang telah menandatangani dan mengaktivasi Multilateral Competent Authority Agreement on Automatic Exchange of Financial Account Information.

Dengan tambahan kerjasama tersebut saat ini, ada 113 yurisdiksi pajak global yang tercantum dalam daftar yurisdiksi partisipan. Jumlah ini bertambah dari sebelumnya sebesar 108 yurisdiksi. Tambahan tersebut antara lain Jamaika, Kenya, Maldives, Moldova, dan Uganda.

Sumber : Harian Kontan Senin 14 Maret 2022 hal 2

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only