Harga Rokok Ngepul Duluan, Meski PPN Belum Naik

JAKARTA. Pemerintah bersikeras tetap menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022. Kenaikan ini berlaku untuk barang dan jasa yang diatur lewat Kementerian Keuangan.

Jika banyak pebisnis, seperti telekomunikasi sudah bersiap menaikkan PPN, industri rokok tidak kena kenaikan tarif PPN 11%. PPN rokok dihitung dari harga jual eceran hasil tembakau (HJEHT) yang masuk dalam tarif cukai.

Tarif PPN produk rokok berdasarkan HJET hanya 9,1%, lebih mungil dari barang dan jasa yang akan kena tarif 11% per April. Dasar tarif PPN produk rokok masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 207/2016 tentang Objek PPN Rokok. Aturan ini mengatur penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh produsen dan rokok dari luar negeri.

Sejak awal tahun ini 2022, pemerintah menaikkan cukai rokok rerata sebesar 12% dan untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) sebesar 4,5%. (lihat grafis). Kenaikan cukai membuat harga rokok sejak awal tahun naik. Catatan KONTAN, kenaikan harga rokok sudah terjadi sejak awal 2022 ini.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Minggu (13/3) Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan, kenaikan PPN secara otomatis akan membuat PPN hasil tembakau juga naik. Hanya ia tak menjelaskan kenaikan ini karena HJE yang sudah naik, atau akan ada perubahan tarif PPN khusus untuk produk tembakau ini.

Nirwala memperkirakan kenaikan tarif cukai, pajak rokok dan PPN akan memengaruhi elastisitas harga rokok di pasaran. Saat harga rokok naik, tujuan pemerintah agar permintaan rokok turun terjadi, meski pemerintah belum mengukur besarannya. Saat permintaan rokok menurun karena harga jual produk naik, produksi rokok juga akan turun. Kata dia, pengenaan cukai, HJE serta PPN dalam rokok adalah instrumen pengendalian konsumsi rokok.

Managing Director PT Nojorono Tobacco International Arief Goenadibrata mengatakan, kenaikan tarif cukai dan pajak akan makin memberatkan pelaku usaha. Namun demikian kenaikan harga masih tahap awal, belum memberikan dampak signifikan meskipun permintaan pasar diperkirakan akan menurun.

“Besar harapannya, tercipta keseimbangan aturan pemerintah, kebutuhan perusahaan, dan kepuasan pelanggan,” kata Arief, Minggu (13/3).

Kata dia, perusahaan akan tetap menjaga dan mempertahankan kualitas produk meski harga naik. Nojorono juga telah merencanakan langkah strategis, salah satunya inovasi produk yang relevan dan siap menghadapi perubahan kondisi pasar saat ini.

Pelaku usaha biasanya menciptakan produk rokok dengan harga lebih murah agar bisa mempertahankan penjualan, meski akan menggaet segmen pasar yang berbeda.

Pelaku industri juga menggenjot penjualan produk secara eceran sehinga tidak memberatkan masyarakat saat harga rokok per bungkus mendaki.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reasearch Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% secara umum tak berpengaruh terhadap tarif PPN ke produk rokok yang selama ini berlaku efektif 9,1%.

Alhasil, ini juga tidak akan berdampak terhadap tambahan penerimaan pajak dari sektor rokok ini. “Tambahan kenaikan harga rokok hanya mempengaruhi konsumsi rokok masyarakat dan kenaikan harga jual eceran produk hasil tembakau,” kata Prianto.

Tentu saja, ini tak berefek jika tak ada kenaikan PPN produk rokok yang kini cuma 9,1%, sementara PPN barang dan jasa naik jadi 11%.

Sumber : Harian Kontan Senin 14 Maret 2022 hal 1

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only