Tak Ikut Tax Amnesty Jilid II, Siap-siap Kena Denda 300%!

Jakarta – Kementerian Keuangan mengajak wajib pajak yang belum melaporkan harta hingga tahun pajak 2020 agar segera mengikuti program pengungkapan sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II. Program ini sudah dimulai sejak 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022 mendatang.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan ada sanksi atau denda jika pengemplang pajak melewatkan kesempatan ini lagi. Tak tanggung-tanggung, besarannya bisa sampai 300%.

“Jika memenuhi delik pidana dan terbukti, dituntut dengan pidana denda sampai dengan 300%,” kata Yustinus kepada detikcom, Senin (14/3/2022).

Yustinus menjelaskan sanksi 300% diberikan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana yang kasusnya sudah sampai di pengadilan. Hal ini baru tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pasal 44B.

Beleid menyebut, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan. Penghentian bisa dilakukan setelah pengemplang pajak membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara.

“Ikut atau tidak ikut tax amnesty, kalau ada indikasi tindak pidana perpajakan dan dilakukan penyidikan terbukti ada kerugian pada pendapatan negara, maka sanksinya 300%. Itu jika memilih dihentikan tidak dipidana,” bebernya.

Denda 200%
Denda sebesar 200% bakal dijatuhkan ketika Kementerian Keuangan menemukan harta wajib pajak yang tidak atau belum dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) usai mengikuti tax amnesty jilid II.

Atas tambahan harta itu, maka dikenai pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan Pasal 4 PP 36/2017. Tarif PPh yang harus dibayar wajib pajak badan sebesar 25%, wajib pajak orang pribadi sebesar 30%, dan wajib pajak tertentu sebesar 12,5%.

Rumusan sanksinya adalah tarif PP 36/2017 x nilai harta baru + sanksi UU TA 200%.

“Kalau pernah ikut TA dan ketahuan bahwa ada harta tidak dilaporkan dengan benar, maka atas harta tersebut menjadi penghasilan, dikenai tarif pajak normal 30% dan denda 200%,” ucap Yustinus.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajak para wajib pajak memanfaatkan tax amnesty jilid II. Lagi pula, tarif terbesar hanya 18%, lebih murah dibanding tarif sanksi yang mencapai 200-300%.

Tarif 18% dibebankan untuk pengungkapan harta di luar negeri yang berasal dari penghasilan tahun 2016-2020, lalu harta tersebut tidak direpatriasi ke dalam negeri.

Begitu pun lebih murah dibanding tarif Pajak Penghasilan (PPh) final yang terdiri dari 5 lapisan dengan rentang 5-35% untuk pendapatan di atas Rp 500 miliar.

“Jadi jangan dilihat kok 18% tinggi, karena normal rate-nya di 30% atau kalau di atas Rp 5 miliar 35%. Kalau ini kesengajaan maka Anda berpotensi bisa kena denda sesuai dengan UU KUP yaitu bisa 200 atau sekarang jadi 300%,” kata Sri Mulyani dalam sosialisasi UU HPP di Jawa Tengah yang disiarkan di YouTube Direktorat Jenderal Pajak, Kamis (10/3/2022).

Sumber : detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only