DJP: WP yang Isi SPT Tak Benar Paling Berisiko Lakukan Pencucian Uang

JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) menyebut pelaporan SPT pajak penghasilan (PPh) yang tidak benar memiliki risiko paling besar menjadi tindak pidana asal dari pencucian uang.

Penyidik PNS Direktorat Penegakan Hukum DJP Hamdi Iska mengatakan tindak pidana perpajakan yang paling berisiko menjadi tindak pidana asal dari pencucian uang selama ini adalah faktur pajak fiktif.

“Dulu yang paling berisiko adalah faktur pajak PPN. Saat ini, modus SPT PPh yang isinya tidak benar itu menempati urutan teratas,” katanya dalam webinar Promensisco yang diselenggarakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Selasa (15/3/2022).

Berdasarkan catatan DJP, wajib pajak yang mengisi SPT tidak benar dilakukan dengan cara tidak melaporkan pajak terutang yang sebenarnya, mengecilkan nilai omzet, membesarkan biaya, menyembunyikan pendapatan, atau cara-cara lainnya.

Mayoritas tindak pidana pajak pelaporan SPT yang tidak benar dilakukan oleh perorangan dengan latar belakang pengusaha pada sektor perdagangan, khususnya di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Terdapat banyak cara yang digunakan pelaku dalam melakukan pencucian uang atas dana hasil tindak pidana perpajakan. Salah satunya yang paling sering adalah melalui transaksi besar ke rekening orang pribadi.

Untuk menyembunyikan omzet dan mengurangi laba, sebagian dari transaksi penjualan dimasukkan ke dalam rekening orang pribadi dan bukan rekening perusahaan.

Akibat tindakan ini, perseroan yang seharusnya mendapatkan laba dan membayar pajak justru tercatat mengalami kerugian dan tidak harus membayar pajak ke kas negara.

Cara lain yang marak dipakai adalah kick back transaction. Dalam transaksi ini, pelaku merekayasa suatu pembayaran kepada rekening penjual untuk selanjutnya dikembalikan dan disetorkan secara tunai ke rekening penjual.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only