Lahan Baru Emiten Properti

Perkembangan pembangunan Ibu Kota Nusantara bisa jadi sentimen positif bagi emiten properti tahun ini. Benarkah?

Setelah resmi mengumumkan nama Ibu Kota Nusantara (IKN) Januari 2022 lalu, Pemerintah kian mantap melanjutkan pembangunan, sebelum ditempati tahun 2024 nanti. Kelanjutan pembangunan ini jadi angin segar bagi saham properti.

Pasalnya, beberapa emiten properti punya proyek maupun lahan yang dekat dengan ibukota negara baru. Sebut saja PT Ciputra Development Tbk (CTRA) yang memiliki lebih 70 proyek di lebih dari 30 kota Indonesia. Perusahaan ini punya tiga proyek properti di Balikpapan, dengan total landbank hampir 400 hektare.

Disusul PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) yang tercatat punya hampir 500 hektare lahan di Kalimantan Timur, Balikpapan, dan Samarinda.

Lantas, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang memiliki lahan strategis di dua penyangga dari ibu kota baru, yakni Balikpapan dengan proyek Borneo Bay City dan Samarinda dengan proyek Bukit Mediterania Samarinda.

Perkembangan proyek IKN ini pun mempengaruhi pergerakan harga saham-saham properti. Tengok saja, harga saham BSDE yang ditutup menguat 2% ke Rp 1.020 per saham di akhir perdagangan Kamis (17/3).

Setali tiga uang dengan CTRA yang melesat 2,39% menjadi Rp 1.070 per unit. Adapun harga APLN merangkak 0,86% sahamnya di perdagangan.

Keseriusan Pemerintah untuk memindahkan ibu kota diakui menjadi sentimen yang positif bagi kinerja properti. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang masih melanda.

Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei menilai, prospek emiten properti tahun ini akan lebih baik dari sebelumnya. Menurut Jono, saham-saham properti akan terkena sentimen positif dari pembangunan IKN yang mulai dikerjakan pada semester dua tahun ini.

Dari catatan Jono, beberapa emiten properti seperti CTRA dan BSDE akan lebih diuntungkan nantinya. “Sebab dua emiten tersebut punya lahan di Kalimantan timur (Samarinda dan Balikpapan),” ujarnya.

Kendati demikian, Jono bilang, emiten properti masih wait and see, sambil memperhatikan seperti apa rencana pembangunan kawasan IKN.

Layaknya menanam bibit dalam pot, perlu waktu untuk menghasilkan buahnya. Begitu juga dengan pembangunan IKN yang perkembangannya dinanti pengembang properti untuk menjalankan bisnis mereka.

Analis RHB Sekuritas Andhika Suryadharma menyebut keberadaan IKN masih menjadi sentimen dalam periode agak panjang. Maka, dampaknya ke bisnis properti perlu dilihat.

“Bagaimana kemajuan ke depan. Lagipula perusahaan properti belum memasukkan IKN sebagai faktor katalis penjualan,” kata Andhika.

Berkat Insentif

Pemulihan ekonomi ditambah pemberian insentif pajak dari pemerintah diperkirakan bakal mendongkrak bisnis emiten properti.

Jono mengatakan kondisi ekonomi Indonesia yang makin membaik dan daya beli masyarakat yang terus meningkat, bisa mendukung kinerja emiten properti kian cemerlang.

Terlebih setelah adanya booming komoditas yang masih terjadi, kebijakan insentif PPN Pemerintah sampai bulan September 2022, relaksasi LTV dan suku bunga rendah sampai Desember 2022 juga mendorong penjualan properti tahun ini.

Kendati demikian, penjualan properti bisa saja mandek karena kenaikan bahan baku besi dan baja. Sebab, memanasnya perang Rusia dan Ukraina turut menekan rantai pasok konstruksi global. Konflik di Eropa Timur itu mengerek harga bahan baku besi dan baja.

Pendapat tersebut diutarakan Pandhu Dewanto, Analis Investindo Nusantara. Dia menilai kenaikan harga baja, besi dan semen tentu akan meningkatkan biaya produksi, karena kontribusi biaya dari semen mencapai sekitar 20%, sedangkan baja dan besi mencapai 5%-10%.

Hal ini, katanya, menjadi dilematis bagi para emiten properti. Jika mereka tidak menaikkan harga jual maka profit margin akan tergerus. Di sisi lain, kalau harga dinaikkan maka akan berpotensi mengurangi serapan produk, karena harga properti bakal tidak terjangkau oleh sebagaian konsumen.

Meski begitu, Pandhu meyakini kinerja keuangan emiten properti tampak cukup kuat terutama andil dari insentif yang diberikan pemerintah, sehingga dapat mencetak pertumbuhan marketing sales dan pendapatan di atas target manajemen pada tahun lalu.

Dengan berbagai ulasan tersebut seperti apa kinerja tiap emiten properti? Bagaimana para analis melihat prospek BSDE, CTRA, dan SMRA? Simak ulasan berikut.

BSDE

Emiten properti Grup Sinarmas, PT Bumi Serpong Damai (Tbk) menurut para analis mampu menuai untung tahun ini dan ke depan. Selain itu, ada Donny Raharjoe, Managing Director President Office Sinarmas Land yang kini jadi wakil kepala otoritas IKN.

Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Olivia Laura, menilai, adanya Donny di proyek IKN mungkin saja jadi dampak baik bagi pamor BSDE. “Tapi tak ada hubungannya dengan kinerja BSDE tahun ini,” katanya.

Ia beranggapan, yang menjadi faktor penunjang kinerja BSDE tahun ini adalah emiten sudah mencadangkan land bank sekitar lebih dari 800 ha di daerah Balikpapan dan Samarinda. “Hal ini bisa jadi potensi BSDE menjangkau masyarakat yang akan tinggal di IKN dan sekitarnya nanti,” imbuhnya.

Akan tetapi, jika Olivia hitung landbank BSDE di IKN tercatat sekitar 19% dari total landbank mereka. Secara fundamental dampaknya belum akan terlihat saat ini dan belum terlalu signifikan. Mengingat realisasi IKN akan terjadi pada tahun 2024.

“Kalau untuk mengingatkan performa BSDE secara fundamental saya lihat masih belum ada dampaknya, meski beritanya jadi sentimen positif untuk BSDE,” sebut Olivia.

Investment Specialist Sucor Asset Management Toufan Yamin juga menanggapi peresmian IKN memang menjadi kabar baik bagi BSDE. Terlepas pamor sahamnya naik karena sosok Donny Raharjoe, performa bisnis BSDE, kata Toufan, bisa naik tahun depan.

“Potensi bisnis di IKN cukup besar tapi progresnya tidak sebesar di Jakarta. Karena masih butuh waktu dan perkembangannya masih ditunggu. Seperti, siapa saja yang pindah, apakah ada pusat bisnis dan lainnya,” tutur Toufan.

Karena itu, menurut, Toufan yang akan mendorong kinerja BSDE tahun ini lebih ke arah pemulihan ekonomi, daya beli masyarakat meningkat dan fundamental BSDE yang cukup menarik bagi investor.

“Kinerja BSDE tahun ini dan tahun depan akan positif karena luas tanah cukup banyak dan luas, ditambah infrastruktur dan penunjangnya cukup baik. Sehingga pasar terbesar dan nilai jual proyeknya lebih meningkat,” tandasnya.

Sedangkan Olivia melihat, yang menunjang kinerja BSDE adalah peluncuran produk yang didukung dengan program marketing mereka, bernama Double Dream, serta insentif PPN yang diperpanjang.

Dari hal itu, Olivia proyeksikan marketing sales BSDE tahun ini mencapai Rp 7,7 triliun. Sedangkan laba bersih 2022 tumbuh 28,8%. “Kontributor terbesar marketing sales tentu dari residensial atau penjualan rumah tapak yang di atas 70%,” sebut Olivia.

Olivia pun merekomendasikan beli saham BSDE dengan target harga saham 12 bulan Rp 1.480 per saham.

CTRA

Di tengah pemulihan ekonomi karena wabah covid yang perlahan mereda, emiten properti PT Ciputra Development Tbk diyakini memiliki prospek yang cukup menarik.

Andhika bilang pencapaian marketing sales CTRA tahun lalu mencapai Rp 7,4 triliun. Angka ini melebihi target dengan adanya pelonggaran pendemi dan pelonggaran PPnBM.

Dia optimistis pra penjualan (marketing sales) CTRA akan lebih naik dan kinerja emiten properti beranjak naik dengan berbagai faktor pendukung.

Pertama, meningkatnya harga komonditas khususnya CPO dan batubara yang cenderung mengerek permintaan untuk properti.

“Saham yang memiliki aksposure lahan-lahan di daerah penghasil komoditas seperti CTRA yang memiliki lahan di Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi akan menarik dicermati investor,” lanjut Andhika.

Kedua, bauran produk CTRA dilihat masih cukup terjangkau, dengan kawasan landbank masih cukup luas, invesntory cukup dan terdiversikasi. Hal ini membuat CTRA lebih fleksibel melakukan penawaran produk. Ketiga, CTRA juga fokus untuk mengembangkan hunian residensial ketimbang segmen bisnis perkantorannya.

“Kami masih cukup optimistis tahun ini CTRA dapat meneruskan pencapaian yang positif,” terangnya.

Akan tetapi, Andhika menilai emiten perlu mewaspadai kenaikan suku bunga di dalam negeri serta kenaikan angka positif covid. Pasalnya, hal ini berisiko pada pelemahan daya beli. Andhika pun merekomendasikan beli saham CTRA dengan target harga saham 12 bulan Rp 1.500 per unit.

Sama dengan Andhika, Jono juga berpendapat bahwa kinerja CTRA akan tumbuh di tahun 2022. Khususnya didorong proyek di Jabodetabek, Sumatera dan Surabaya. “Untuk tahun ini kami proyeksikan pendapatan mencapai Rp 8,8 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 1,5 triliun,” tandasnya.

Sementara untuk marketing sales CTRA selama 2021 Andhika menilai kuartal IV 2021 menjadi yang terbesar sepanjang 2021. Jono bilang hal ini karena panjualan proyek perumahan di Sumatera (Medan). “Dan ke depan kami optimistis wilayah Sumatera dan Jabodetabek tetap menjadi penopang pendapatan selama 2022,” ujar Jono.

Jono merekomendasikan beli saham CTRA dengan target harga Rp 1.410 per saham.

APLN

Emiten properti yang juga ikut terkerek dengan sentimen IKN adalah PT Agung Podomoro Land Tbk. APLN memiliki proyek Borneo Bay City yang merupakan kawasan terintegrasi seluas 8,7 hektare berkonsep one stop living area. Di dalam area tersebut, terdapat apartemen, area komersial, ada 3 shopping mall, perkantoran, hotel dan ruko.

Manajemen perusahaan melihat dengan potensi ibu kota baru, APLN berencana untuk mengembangkan tahap kedua mereka di lahan tepi laut berkosep mixed use development seluas 30 hektare yang juga akan terintegrasi dengan tahap pertamanya. Namun, pengembangan tersebut akan dilakukan pada tahun 2024.

Sementara pengembangan yang akan dilakukan APLN pada waktu dekat ini adalah di proyek Bukit Mediterania Samarinda. Perseroan menyiapkan lahan seluas 14 hektare dengan konsep premium.

Menurut Pandhu, pembangunan IKN sudah seharusnya berdampak positif bagi saham properti, termasuk APLN. Hanya saja, imbasnya akan terasa dalam jangka waktu panjang.

Apalagi Pandhu bilang beberapa hari lalu, salah satu perusahaan telekomunikasi dan media di Jepang, Softbank Grup batal menjadi investor proyek ibu kota negara (IKN) Nusantara.

Pandhu beranggapan mundurnya Softbank tentu menambah tugas baru bagi Pemerintah karena proyeksi IKN harus tetap berjalan lancar ke depannya.

“Karena itu, semuanya masih tahap awal, dan butuh waktu,” ucap Pandhu.

Terlepas dari pengembangan IKN ke kinerja emiten properti APLN, harga properti pada kuartal IV lalu mengalami kenaikan. Dari catatan Pandhu, indeks harga properti residensial kuartal keempat lalu meningkat 1,47%, lebih tinggi dibanding kuartal ketiga yang 1,41%.

Data ini menunjukkan bahwa para pengembang properti, khususnya APLN, memang sudah mulai menaikkan harga jual mereka, untuk mengantisipasi kenaikan biaya produksinya.

Alhasil target yang dicanangkan, rata-rata masih optimistis mencetak pertumbuhan meski tidak sekuat tahun lalu.

Namun perlu dicatat bahwa masih ada tantangan APLN ketika kebijakan moneter mulai diperketat.

Untuk tahun ini, Pandhu melihat harga saham APLN berpotensi naik tidak akan terlalu jauh. “Baru menarik jika terjadi koreksi kembali ke sekitar support tahun ini,” katanya.

Karena itu, Pandhu mencermati bahwa strategi trading lebih cocok untuk sektor properti tahun ini mengingat risiko kenaikan suku bunga dan tingginya harga bahan baku ke depannya. Dia pun merekomendasikan hold di harga Rp 140 per saham.

Sumber : Tabloid Kontan 21 Maret-27 Maret 2022 hal 4,5

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only