Setelah PPS, DJP Manfaatkan Data untuk Tingkatkan Kepatuhan Pajak

Ditjen Pajak (DJP) mengajak wajib pajak untuk memanfaatkan program pengungkapan sukarela (PPS) sebelum memasuki babak baru kepatuhan pada era transparansi pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (23/3/2022).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan otoritas pajak memiliki akses luas untuk melakukan data matching antara basis data wajib pajak yang dimiliki internal DJP dan data dari sumber lain termasuk perbankan serta negara lain.

“Kita ingin ciptakan sistem perpajakan yang berkeadilan. Setelah program [PPS], kita bicara kepatuhan yang berkelanjutan dengan memanfaatkan data dan informasi yang dimiliki DJP,” kata Suryo dalam Talk Show PPS yang digelar atas kolaborasi DDTCNews dan DJP.

Ketua Umum ATPETSI/Pemimpin Umum DDTCNews Darussalam menyampaikan pola hubungan antara otoritas dan wajib pajak ke depan akan berbasis pada kepercayaan, kesetaraan, dan keterbukaan. Nilai-nilai ini menjadi bekal untuk otoritas memetakan pola perilaku kepatuhan setiap wajib pajak.

Konsekuensinya, wajib pajak perlu ‘membereskan’ kewajiban pajaknya di masa lalu. PPS, menurut Darussalam, adalah pintu yang sengaja dibuka otoritas untuk membangun keseteraaan antara pemerintah dan wajib pajak ini.

“Jadi menurut saya PPS adalah pintu untuk kita merajut, menjalin bagaimana hubungan kita ke depan dengan otoritas pajak. Supaya lebih harmonis,” ujar Darussalam. Anda bisa menyimak ulang talk show tersebut pada akun Youtube DDTC Indonesia.

Selain mengenai PPS, ada pula bahasan terkait dengan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan kenaikan tarif PPN akan tetap mengikuti amanat perubahan UU PPN dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yakni mulai 1 April 2022.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Mengutamakan Imbauan Terlebih Dahulu daripada Pemeriksaan

DJP lebih mengutamakan penyampaian imbauan terlebih dahulu ketimbang pemeriksaan. Imbauan melalui email blast dan surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK) menjadi instrumen yang lebih diutamakan ketimbang melakukan pemeriksaan.

“Setelah diimbau tidak [patuh], baru diperiksa. Kalau memang diperiksa tidak [patuh] ya mungkin penegakan hukum kalau memang dirasa ada indikasi tindak pidana perpajakan. Itu staging-nya kira-kira begitu,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Melalui pendekatan ini, wajib pajak diharapkan dapat secara sukarela masuk ke dalam sistem perpajakan dan mulai menunaikan kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sistem self-assessment.

Akses Informasi dan Transparansi Pajak

Ketua Umum ATPETSI/Pemimpin Umum DDTCNews Darussalam mengatakan lanskap pajak Indonesia segera masuk era baru hubungan antara otoritas dan wajib pajak. Pergeseran pola hubungan ini jelas berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“Kata kuncinya adalah akses informasi dan transparansi. Apa yang disebut sebagai data matching, semisal menghubungkan antara data SPT dengan data-data lain seperti harta, kredit, aktivitas ekonomi, dan sebagainya makin mudah dilakukan,” kata Darussalam.

Kenaikan Tarif PPN Jadi 11%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% akan berlaku mulai 1 April 2022. Menurutnya, pajak yang terkumpul juga akan digunakan untuk membantu masyarakat yang tidak mampu.

“Karena kalau enggak [dinaikkan pada 1 April 2022], kita akan kehilangan opportunity,” ujar Sri Mulyani.

Pajak Khusus di IKN Nusantara

Ketentuan pajak khusus di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang ditetapkan oleh Otorita IKN harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kementerian Keuangan Didik Kusnaini mengatakan DPR terlibat dalam menyetujui ketentuan pajak khusus di IKN Nusantara mengingat tidak ada DPRD atau lembaga legislatif level daerah yang sejenis di ibu kota baru.

“Pajak IKN ditetapkan Kepala Otorita IKN setelah disetujui DPR. Mengapa? Ada prinsip dasar untuk pengenaan perpajakan, no taxation without representation,” katanya.

Pajak Minimum Global

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan tercapainya kesepakatan pajak global akan memberikan peran penting dalam menyehatkan APBN. Sri Mulyani mengatakan Indonesia terlibat dalam pembahasan kesepakatan pajak global karena memiliki kepentingan untuk mengoptimalkan penerimaan negara.

Misalnya pada Proposal Pilar 2: Global Anti-Base Erosion Rules (GloBE), basis pajak akan terlindungi melalui penetapan tarif pajak minimum secara global sehingga wajib pajak tidak bisa lagi berpindah ke yurisdiksi yang menawarkan tarif lebih rendah.

“Kalau caranya mereka bisa petak umpet begini kan enggak betul, enggak fair. Makanya sekarang dibuat global minimum taxation,” katanya.

Sumber: ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only